BANDA ACEH - Pengerahan ratusan prajurit TNI untuk mencari pelaku
penembakan terhadap dua anggota intel TNI bukanlah ranah tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan otoritas
pihak TNI.
"Penegakan
hukum menjadi otoritas pihak kepolisian. Sesuai dengan UU No 34 tahun 2004
tentang TNI dan UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian," ungkap pengamat
politik Aryos Nivada kepada lintasatjeh.com, Sabtu (29/3).
Aryos
menambahkan dengan jumlah polisi yang banyak sudah mencukupi pencarian pelaku
penembakan yang menewaskan dua anggota TNI tersebut. “Kan
bisa saja mengerahkan Brimob dan kesatuan di kepolisian lainnya”,
tegasnya.
Menurutnya
lagi, bukannya sudah dinyatakan oleh Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Agus
Kriswanto bahwa menyerahkan kepada Polda Aceh dalam mengejar pelaku serta
menuntaskan kasus penembakan. Ini malahan terkesan mengambil ahli tugas
kepolisian. Apalagi publik menilai proses penegakan hukum dikontrol oleh pihak
TNI.
"Pengerahan
dan penyisiran anggota TNI di Nisam Antara, Aceh Utara seolah-olah pelaku
sebagai separatis. Padahal ini masuk wilayah penegakan hukum di bawah kendali
polisi bukan TNi," sebut penulis Buku Wajah Politik dan Keamanan
Aceh.
Pendiri
Jaringan Survey Inisiatif mengakui TNI bisa terjun langsung jika negara dalam
status kacau atau bencana alam. Dalam hal menangani bencana alam, rakyat Aceh
salut kepada kecepatan dan kesabaran pada penanganan korban gempa bumi dan
tsunami di Aceh pada 2004. Sebaliknya mengerahkan ratusan prajurit TNI untuk
mencari pelaku penembakan di Nisam yang termasuk daerah merah ketika konflik berpotensi
menguncang psikologi warga dan mengambarkan stabilitas keamanan di Aceh tidak
kondusif.
"Hal-hal
Ini bisa menguntungkan pihak-pihak tertentu membawa kembali Aceh ke wilayah
konflik," pungkas peraih magister di UGM ini. [Ipin]