JAKARTA - Komnas HAM prihatin atas pemberitaan sejumlah situs
Islam diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika karena dianggap
kerap menyebarakan paham-paham radikal. Sebab, pemerintah mestinya bijak dalam
menangani situs-situs tersebut.
"Pemblokiran
situs-situs itu oleh Kominfo, merupakan bentuk pelanggaran kebebasan
berekspresi. Ini bentuk pemberedelan yang melanggar HAM. Apalagi ini dilakukan
terhadap situs-situs yang selama ini dikenal penyampai aspirasi masyarakat
banyak," tegas Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution (Selasa, 31/3).
Menurutnya,
sekiranya ada yang diduga keliru, seharusnya diberikan pemberitahuan,
peringatan atau bahkan disomasi. Namun harus dijelaskan kriteria yang jelas apa
yang dimaksud dengan berpikir radikal yang dilarang oleh Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme.
"Sekarang
saatnya bangsa ini mengedepankan dialog, bukan main kekuasaan, merasa benar
sendiri dan membunuh pemikiran yang berbeda. Tugas pemerintah adalah mendidik
masyarakat, bukan menebar permusuhan kepada kelompok yang berbeda
pemikiran," ungkapnya.
Dia
menambahkan, komunitas umat manusia yang berkeadaban tentu bersetuju bahwa
terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan harus dicegah dan diberantas. Jika
hendak memberantas terorisme, yang dicegah adalah yang memang melaksanakan aksi
terorisme tanpa pandang bulu, siapa pun pelakunya harus dimintai
pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku.
Makanya,
sebagai Komisioner Komnas HAM, dia mengimbau pemerintah sebaiknya mengundang
pengelola situs-situs yang diblokir itu, diajak dialog, bukan membunuh hak-hak
dasar warga negara untuk berpikir dan berekspresi, seperti yang dijamin oleh
konstitusi negara UUD 1945 dan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM
"Komnas
HAM juga mengingatkan bahwa tindakan pemberedelan itu diduga, di samping
melanggar konstitusi dan UU HAM, juga melanggar UU Nomor 40 tahun 1999 tentang
Pers dan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,"
tandasnya. [rmol]