JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Mahfuz Sidik mempertanyakan
mengapa isu terorisme tidak pernah selesai di Indonesia. Menurutnya, hal itu
menimbulkan kecurigaan: jangan-jangan isu terorisme itu sengaja dipelihara
institusi penegak hukum agar mereka tetap punya “musuh”
sehingga mereka memiliki pekerjaan untuk membasmi. Padahal anggaran yang
didapat mereka relatif besar.
Salah
satu isu yang dicurigai Mahfuz selalu dipelihara adalah isu ISIS. "Upaya
membooming isu-isu ISIS kesannya terstruktur, sistemik dan massif untuk
menciptakan opini bahwa ini memerlukan agenda khusus, kebijakan khusus,
anggaran khusus," kata Mahfudz Siddiq, saat dihubungi wartawan, Jumat
(20/3).
Apabila
itu benar, maka Mahfuz meminta itu segera dihentikan.
Salah
satu pihak yang disoroti Mahfuz adalah Badan Nasional Penanggulangan Teroris
(BNPT) yang tugasnya merumuskan kebijakan dan melakukan koordinasi
penanggulangan terorisme. Selain itu ada juga Densus 88 Polri yang tugasnya
membasmi terorisme.
Dengan
tugas yang dimiliki, BNPT seharusnya mengefektifkan fungsi koordinasi sampai
kemudian punya kebijakan strategi nasional dalam penanggulangan terorisme.
Misalnya berapa anggaran yang dibutuhkan dan target waktu yang dibutuhkan untuk
bisa membasmi teroris harus jelas.
Contohnya
target membasmi terorisme bisa selesai dalam waktu 10 tahun, maka keberadaan
BNPT juga diterget harus bekerja dalam 10 tahun. Kalau BNPT tidak bisa mencapai
target, berarti mereka dianggap gagal dan harus dibubarkan.
"Jangan
sampai BNPT, Densus 88 dan unit kerja lainnya bekerja seperti biasa setiap
tahun mereka mendapatkan anggaran. Kalau begitu caranya, BNPT dan Densus 88
sampai kiamat tetap ada," tegas Ketua Komisi I DPR RI itu.
Nah,
karena BNPT dan Densus 88 tidak membuat target, Mahfuz curiga isu teroris dan
radikalisme sengaja dibesar-besarkan untuk menakut-nakuti masyarakat.
"Saya jadi curiga masyarakat selalu digiring untuk memberikan dukungan
agar anggaran BNPT dan Densus 88 ditambah," jelasnya. [jpnn]