JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar
minyak (BBM) jenis premium dan solar, pada Sabtu (28/3/2015), dikecam parlemen.
Ketua Komisi VII DPR-RI Kardaya Warnika menilai pemerintahan Joko Widodo dalam
penaikan harga BBM, tidak mempertimbangkan kepentingan rakyat.
"Pemerintah
saat ini tidak begitu mempertimbangkan kepentingan rakyat. Harga-harga naik kok
BBM berlomba dinaikkan," kata Kardaya, dalam sebuah diskusi, Minggu
(29/3/2015).
"LPG
naik, listrik naik. Itu bukan solusi. Tetapi cara paling mudah, tidak
mikir," lanjut mantan pejabat Kementerian ESDM itu.
Padahal,
yang parlemen inginkan adalah pemerintah tidak sekadar mempertimbangkan harga
minyak dunia, dan nilai tukar rupiah dalam menentukan harga BBM.
Pemerintah juga diharapkan mempertimbangkan beban yang ditanggung masyarakat.
Selain
tidak mempertimbangkan rakyat, Kardaya juga menilai dalam penetapan harga baru
ini pemerintah tidak transparan. Sebelum reses, pemerintah telah bersepakat
dalam rapat kerja untuk menentukan harga BBM secara transparan.
Salah
satunya waktu itu, tentang perhitungan harga solar yang masih mendapat subsidi
Rp 1.000 per liter. Perhitungan pemerintah waktu itu solar dijual Rp 6.400 per
liter, namun perhitungan DPR adalah Rp 6.000 per liter.
Pada
saat itu pemerintah menyepakati untuk mengkaji ulang harga solar.
"Berdasarkan ahli hukum kesimpulan rapat mengikat karena ditandatangani
pemerintah dan DPR. Tapi janji hanya janji. Sampai sekarang janji itu tidak
pernah ditepati dan ditinjau, malah menaikkan dan tidak transparan," jelas
Kardaya.
Dia
mengakui penaikan harga BBM memang kewenangan pemerintah, ranpa perlu meminta
persetujuan DPR. Namun seyogyanya, kata dia, pemerintah berdiskusi dulu dan
menjelaskan kepada parlemen hitung-hitungannya, sebab DPR adalah wakil rakyat. [Kompas]