JAKARTA - Keberhasilan Kopassus 34 tahun lalu dalam pembebasan sandera teroris yang membajak Pesawat Garuda di Thailand menjadi tonggak sejarah penanggulangan aksi teror di Indonesia. Pembebasan sandera pada tahun 1981 yang dikenal sebagai Operasi Woyla tersebut menjadi cikal bakal dibentuknya Satgas Penanggulangan Teror (Gultor) Satuan-81 Kopassus.
Tepat 34 tahun lalu, Sabtu 28 Maret 1981, Pesawat Garuda DC-9 Woyla dibajak oleh organisasi teroris jihad pertama di Indonesia. Pada 31 Maret 1981, pasukan Komado Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang merupakan nama Kopassus saat itu, berhasil melumpuhkan para teroris dan menyelamatkan seluruh sandera pesawat di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand.
Operasi tersebut di bawah komando mantan Pangab Benny Moerdani yang kala itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelejen Strategis (BAIS) ABRI.
"Itu cikal bakal dibentuknya Sat 81. Dengan itu Pak Benny mendorong terbentuknya Gultor Kopassus. Dengan semangat untuk menjaga keutuhan NKRI, terutama dari aksi-aksi teroris," ungkap Komandan Sat-81 Kopassus Kolonel Inf Thevi Zebua saat berbincang dengan detikcom di Mako Kopassus, Cijantung, Jaktim, Sabtu (28/3/2015).
Sat-81 merupakan satuan elit dari Kopassus yang bertugas dalam penanggulangan teror. Satuan ini sering menggelar latihan bersama dengan satuan Gultor dari TNI AU, Detasemen Bravo (Den Bravo) yang merupakan satuan elit Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) dan Gultor TNI AL, Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) yang merupakan satuan elit gabungan personel Komando Pasukan Katak dan Taifib Marinir.
Di buku Iwan Santosa dan E.A Natanegara yang berjudul 'Kopassus untuk Indonesia', dijelaskan bahwa keberadaan satuan di TNI dalam penanggulangan teror tidak terlepas dari sejarah keberhasilan Kopassus pada Operasi Woyla. Tak lebih dari 5 menit, seluruh teroris dapat dilumpuhkan dan sandera diselamatkan.
"Terinspirasi dari peristiwa tersebut dan melihat perkembangan situasi serta mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era 1970/80-an, Kepala BAIS ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha," demikian penjelasan Iwan dan Natanegara dalam bukunya.
Akhirnya pada 30 Juni 1982, berdirilah Detasemen 81 Anti Teror (Den-81 AT) Kopassandha dengan komandan pertama Luhut Panjaitan yang saat itu berpangkat Mayor. Sementara Prabowo Subianto sebagai Kapten menjadi wakil Luhut.
"Kedua perwira tersebut sempat dikirim ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman untuk mendalami penanggulangan teror dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya menyeleksi dan melatih prajurit yang ditunjuk ke Den-81 AT," terang buku 'Kopassus untuk Indonesia'.
Detasemen 81 AT pun seiring perkembangan organisasi berubah nama pada tahun 1996 menjadi Grup 5 Anti Teror. Kemudian pada tahun 2002, namanya berubah lagi menjadi Satuan-81 Kopassus sampai sekarang. [Detik]