Beberapa hari yang lalu, saya dikejutkan oleh pertanyaan
Haniyya –putri kedua saya yang duduk di kelas 2 MI. Saat itu
Haniyya sedang membaca buku paket mata pelajaran Fiqih. Bab yang dibaca tentang
Sholat Berjamaah. Dan tiba-tiba ia bertanya, “Bunda,
emang banci itu apa sih?”. Saya kaget juga mendengar pertanyaan tak terduga
dari dia, apalagi konten pertanyaannya juga sedikit sensitif. Jika salah dalam
menjelaskan khawatir ia salah dalam memahami.
Saya
merasa beruntung, pekan lalu mendapat kiriman novel terbitan baru yang ditulis
oleh sahabat saya Adya Pramudita. Buku yang berjudul Loui(sa) ini berkisah
tentang seorang yang terkena ambiguitas genital. Sebuah istilah medis untuk
orang-orang yang terlahir dengan bentuk kelamin yang tidak jelas. Sulit menentukan
apakah dia laki-laki atau perempuan. Dalam kasus Loui(sa), ia tidak berpenis,
namun juga tidak memiliki vagina.
Untuk
menentukan identitas kelaminnya secara valid, dibutuhkan tes kromosom.
Berdasarkan ilmu baru yang saya baca dari novel tersebut, saya akhirnya mencoba
menjawab “Banci itu seperti penyakit kak. Ada orang-orang yang
aurotnya (istilah yang kami pakai untuk menyebut alat kelamin) bentuknya tidak
sempurna, jadi tidak tahu apakah dia laki-laki atau perempuan”.
Yang
juga membuat saya kaget, ternyata dalam buku paket yang dibaca Haniyya terdapat
penjelasan tentang syarat menjadi imam. Disitulah tertulis dalam point ketiga,
bahwa banci dapat menjadi imam apabila seluruh makmumnya perempuan. Walah, kok
bisa seperti itu ya. Bukankah Islam melaknat orang yang berperilaku
keperemuan-perempuanan (banci)?, mengapa kategori banci bisa dibenarkan dan
diakui dalam hukum islam? Saya sempat berpikir buruk terhadap isi buku
tersebut. Namun saya simpan pikiran buruk itu dalam hati saja.
Malamnya
saya berdiskusi dengan suami (yang jauh lebih faham tentang ilmu Fiqih) tentang
pertanyaan Haniyya dan isi buku tersebut. Suami membenarkan isi buku tersebut.
Ia bilang “Betul. Dalam Ilmu Fiqih ada istilah Khuntsa, artinya
orang yang memiliki kelamin ganda, yang dimaksud banci dalam fiqih adalah
khuntsa.
Khuntsa
(banci) di dalam fiqih Islam terbagi dua:
1.
Khuntsa (seseorang yang terlahir dengan kelamin ganda)
2.
Almukhannats (pria yang bersifat seperti wanita) dan Almutarajjil (wanita yang
bersifat seperti
pria).
KHUNTSA
Secara
umum ulama mendefinisikan khuntsa, sebagai orang yang memiliki dua alat
kelamin, laki-laki dan perempuan. Atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin,
baik kelamin laki-laki maupun perempuan.
Akan
tetapi ulama juga sepakat, bahwa manusia tidak bisa menjadi laki-laki dan
perempuan secara bersamaan. Dia haruslah laki-laki, atau harus perempuan. Bagi
mereka yang secara fisik terlihat memiliki dua alat kelamin, akan lebih mudah
dalam menentukan identitas kelaminnya.
Apabila
dia belum dewasa dapat diketahui dengan cara bagaimana dia kencing, bila
kencing dengan kelamin laki-laki maka dia adalah laki-laki dan bila dia kencing
melalui kelamin perempuan maka dia adalah perempuan dan bila dia kencing dengan
kedua alat kelaminnya maka dia ditetapkan dengan, melalui kelamin mana dia
kencing lebih dahulu.
Namun
bila ia sudah dewasa, dapat dilihat pada pertumbuhan fisiknya seperti
pertumbuhan jakun, muncul jenggot, atau membesarnya payudara. Menentukan jenis
kelamin seorang khuntsa menjadi lebih sulit, jika ia tidak memiliki alat
kelamin.
Biasanya
hanya terdapat sebuah lubang tempat ia membuang air seninya. Dan tidak terlihat
pertumbuhan fisik yang mencirikan jenis kelamin tertentu. Ibnu Qudamah berkata,
“Apabila seorang khuntsa mengatakan; ‘saya
laki-laki', maka dia tidak boleh dihalangi jika hendak menikahi perempuan. Dan,
dia tidak boleh menikahi selain perempuan (maksudnya, menikahi laki-laki)
setelah itu.
Begitu
pula jika seorang khuntsa mengatakan; 'saya perempuan’,
maka dia tidak boleh menikah kecuali dengan laki-laki.”
[Al-Mughni fi Fiqhi Al-Imam Ahmad ibn Hanbal Asy-Syaibani]
MUKHANNATS
(dan MUTARAJJIL)
Mukhannats
berbeda dengan khuntsa. Seorang mukhannats memiliki jenis kelamin tertentu
dengan jelas. Namun ia berperilaku tidak sesuai dengan identitas kelaminnya.
Misalnya seorang lelaki yang bersikap kemayu dan lemah gemulai, atau seorang
perempuan yang bersikap seperti cowok abis.
“Rasulullah Shallallahu
'Alaihi wa Sallam melaknat mukhannats kaum laki-laki yang
menyerupai perempuan, dan mutarajjil dari kaum perempuan yang
menyerupai laki-laki.” [HR. Ahmad]
Nabi Shallallahu
'Alaihi wa Sallam melaknat mukhannats dari kaum laki-laki dan mutarajjil
dari kaum perempuan. Beliau bersabda; 'Keluarkanlah mereka dari rumah
kalian’.” [HR. Al-Bukhari dan
Ibnu Majah]
Menurut
para ulama –sebagaimana dikatakan Imam An-Nawawi–, mukhannats ada
dua macam. Yang pertama; Adalah orang yang memang pada dasarnya tercipta
seperti itu. Dia tidak mengada-ada atau berlagak dengan bertingkah laku meniru
perempuan dalam gayanya, cara bicaranya, atau gerak-geriknya. Semuanya alami.
Allah memang menciptakannya dalam bentuk seperti itu. Yang demikian, dia tidak
tercela, tidak boleh disalahkan, tidak berdosa, dan tidak
dihukum. Mukhannats jenis ini dimaafkan, karena dia tidak membuat-buat
menjadi seperti itu. Karena itulah, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa
Sallamtidak mengingkari seorang mukhannats jenis ini.
Beliau
juga tidak mengingkari tingkah lakunya yang seperti perempuan, karena dia
aslinya memang seperti itu. Namun, beliau juga menjelaskan, bahwa seorang
mukhannats haruslah berupaya untuk mengubah perilakunya tersebut. Yang kedua;
yaitu mukhannats yang pada dasarnya tidak tercipta sebagai
seorangmukhannats. Tetapi, dia membuat-buat dan bertingkah laku layaknya perempuan
dalam gerakannya, dandanannya, cara bicara, dan gaya berpakaian. Inilah
mukhannats yang tercela, di mana terdapat hadits-hadits shahih yang
melaknatnya. Adapun mukhannatsyang pertama, maka ia tidak dilaknat. [Syarh
Shahih Muslim]
Disebutkan
dalam hadits, bahwa ada seorang mukhannats yang mengecat kuku-kuku kedua tangan
dan kakinya dengan daun pacar didatangkan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam.
Beliau
bertanya, “Ada apa dengan orang ini?”
Salah
seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, dia ini menyerupai perempuan.”
Maka,
Nabi pun memerintahkan agar orang tersebut diasingkan ke Naqi’
(satu tempat dekat Baqi’). Para sahabat berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah kita boleh membunuhnya?” Kata Nabi, “Sesungguhnya
aku dilarang membunuh orang yang shalat.” [HR. Abu Dawud dan
Al-Baihaqi dari Abu Hurairah]
Dalam
perkembangannya, banyak orang yang tidak mengerti makna banci dalam hukum
Islam. Sehingga banyak yang menyamakan antara khuntsa, mukhannats dan
gay/lesbi, yang kedudukannya diakui dalam Islam. Pendapat demikian tentu saja
SALAH dan MENYESATKAN.
Dan
(ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya; ‘Kenapa
kalian melakukan perbuatan keji itu sedang kalian bisa berpikir? Mengapa kalian
berhubungan dengan sesama lelaki untuk melampiaskan syahwat dan menelantarkan
perempuan? Sebenarnya kalian adalah kaum yang bodoh’.” (An-Naml:
Jelas terdapat perbedaan mendasar antara khuntsa, mukhannats, dengan praktik
kaum nabi Luth. Orang yang homo atau lesbi, sama sekali bukan khuntsa ataupun
mukhannats. Secara fisik identitas mereka telah clear. Mereka jelas-jelas
lelaki tulen dan perempuan tulen, tidak ada yang diragukan.
Kecenderungan
seksual mereka yang menyukai sesama jenis, tak lain adalah hawa nafsu semata.
Mereka menyalahi fitrahnya. Mereka digelincirkan setan. Perbuatan buruk mereka
dihiasi oleh setan sehingga tampak baik. Hendaknya mereka segera bertaubat dan
berusaha mencintai lawan jenisnya.
WallohuA’lam
Sumber: ummi-online