BANDA ACEH - "Aceh Darurat Narkoba" meskipun narkoba sudah sejak lama beredar di Aceh. Namun baru sekarang saja menjadi tenar setelah banyak bandar-bandar besar asal Aceh yang ditangkap. Para touke-touke narkoba ini disinyalir memiliki jaringan cukup luas, bahkan diduga ada pemasok khusus dari Malasyia dan menyebar ke pulau Jawa.
Hal ini diungkapkan Mufied Alkamal Ketua Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA), ketika berbincang dengan lintasatjeh.com di Giwang Cafe Banda Aceh terkait ditangkapnya gembong narkoba dengan barang bukti sabu-sabu seberat 77,35 kg oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) RI di wilayah Aceh Timur.
Boomingnya narkoba, Mufied mengatakan dikarenakan lemahnya pengawasan oleh semua pihak. Padahal sudah jelas, di Aceh ibaratnya sudah menjadi transit narkoba dari luar negeri, selain itu juga menjadi gudang produksi dan pemasok ganja. Apalagi dari aparat kepolisian dan BNN RI menegaskan kalau di Aceh banyak jalan-jalan tikus penyelundupan narkoba.
"Ini ada apa, kok dibiarkan. Kita jangan latah, atau memang gembong narkoba dipelihara dulu, logikanya mereka (gembong) sudah terdeteksi dini oleh aparat setempat," cetusnya.
Sebenarnya, harus ada peran aktif dari orang tua, keluarga, aparat gampong, anggota dewan, pejabat daerah dan Wali Nanggroe dalam upaya mencegah maraknya peredaran narkoba di Aceh. Apalagi dalam rapat paripurna DPR Aceh, beberapa fraksi mengungkapkan Aceh darurat narkoba, tentu harus ada langkah konkrit di lapangan bukan hanya sekedar wacana belaka.
"Peran orang tua, keluarga dan aparat gampong juga sangat diperlukan dalam mencegah peredaran narkoba di kalangan masyarakat lingkungannya. Jangan enggan menegur, kalau memang susah diingatkan, laporkan saja kepada pihak berwajib. Jangan ada pembiaran, sama saja menjerumuskan generasi muda," ungkapnya lagi.
Lebih lanjut, Mufied mengharapkan antara pemerintah dan kepolisian harus kompak, harus berani memberi efek jera dan vonis tegas bagi touke-touke narkoba di Aceh. Seperti saat ini Jokowi menolak grasi vonis mati bandar narkoba, jadi Aceh yang berstatus diberlakukan syariat Islam harus berani menghukum berat mereka.
"Dari beberapa kasus narkoba di Aceh, setahu saya belum ada yang di vonis mati," terang Dosen Luar Biasa UIN Ar-Raniry.
Tidak ada toleransi masalah narkoba, meskipun mereka (pengedar/gembong narkoba) terjun ke dunia sindikat dengan alasan faktor ekonomi, diakibatkan banyaknya penggangguran, masih adanya kemiskinan kemudian dengan mengambil jalan pintas untuk mengedarkan narkoba atau menanam ganja.
"Harus ada solusi cepat, misal ada tes urine secara periodik bagi pelajar, Mahasiswa, PNS, TNI/Polri, anggota dewan termasuk Pejabat daerah baik kabupaten/kota/propinsi. Sehingga Aceh dapat bebas dari darurat narkoba," demikian pungkas Mufied Alkamal Ketua Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh ini. [ar]