LANGSA - Permasalahan kemiskinan adalah masalah besar bagi Aceh saat ini, secara perlahan memang angka kemiskinan di Aceh terus menurun setiap tahunnya. Sebagai perbandingan, jika tiga tahun lalu angka kemiskinan di Aceh menyentuh angka 20,8 persen, maka sampai akhir tahun 2014 lalu, angka kemiskinan sudah berada di angka 18 persen.
Dibanding angka nasional, kita akui rasio kemiskinan Aceh tergolong cukup tinggi. Bahkan Aceh menduduki rangking nomor delapan sebagai wilayah termiskin di Indonesia," Situasi ini tentu membuat kita harus berpikir dan bekerja keras untuk membawa Aceh keluar dari jurang kemiskinan itu," demikian disampaikan, Gubenur Aceh, Zaini Abdullah, saat menyampaikan orasi ilmiahnya, pada acara wisuda mahasiswa Unsam Langsa, Rabu (18/2).
Menurut Gubernur, berbicara mengenai kemiskinan dan apa yang terjadi di Aceh merupakan masalah sosial multi dimensional yang dipicu tiga faktor, Pertama, Kualitas SDM yang kurang memadai karena relatif rendahnya pendidikan, khususnya masyarakat di perdesaan. Kondisi ini juga menyebabkan rendahnya etos kerja dan semangat berkompetisi. Kedua, hambatan akses ekonomi, seperti kurangnya diversifikasi keahlian, ketiadaan modal, ketidak lancaran arus barang, dan kewirausahaan yang tidak berkembang.
Ketiga, dipicu oleh keterbatasan infrastruktur, seperti fasilitas air bersih, jalan perdesaan dan irigasi, jaringan listrik, maupun pemukiman yang layak.
Lanjutnya, dari ketiga analisa ini, maka dapat kita pahami kalau kantong kemiskinan di Aceh lebih banyak terdapat di wilayah pedesaan. Kondisi ini terjadi karena masyarakat desa relatif masih kesulitan mendapatkan akses untuk pendidikan yang berkualitas serta akses ke sumber ekonomi yang lebih stabil.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di pedesaan Aceh mencapai 21,4 persen, sedangkan di pekotaan sekitar 15 persen. Di sisi lain, karakteristik kemiskinan itu juga tidak merata antar wilayah. Itu sebabnya dibutuhkan langkah komprehensif untuk menanganinya.
Oleh sebab itu, saat ini Pemerintah Aceh terus bertekad untuk melakukan langkah-langkah strategis pemberantasan kemiskinan yang dimulai dari desa. Untuk itu, anggaran pembangunan Aceh ke depan akan lebih banyak diarahkan untuk desa sehingga hambatan pendidikan dan ekonomi masyarakat desa secara perlahan dapat diatasi.
Secara konseptual, target pembangunan di Aceh bukanlah untuk mengejar target pertumbuhan yang menitik beratkan pada angka-angka pembangunan semata, tapi lebih bersifat integratif dan komprehensif demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk membangun kesejahteraan ini, Pemerintah Aceh telah menjalankan sejumlah program pemberdayaan dan pembangunan infrastruktur di semua wilayah. Sektor UKM menjadi salah satu perhatian, sebab usaha ini sangat banyak di Aceh, mencapai 280.000 unit dengan serapan tenaga kerja hingga 85 persen.
Bersamaan dengan itu, revitalisasi koperasi juga kita lakukan. Sampai tahun 2014, terdapat sekitar 7.720 unit koperasi di Aceh, tapi dari jumlah itu hanya 40 persen yang aktif. Pada tahun ini, Pemerintah Aceh berupaya untuk mengaktifkan kembali koperasi-koperasi tersebut dan terus mendorong tumbuhnya koperasi baru," terang Zaini.
Selain itu, pendidikan juga merupakan cara terbaik untuk menekan angka kemiskinan dalam jangka panjang. Dengan SDM yang tangguh, kita akan mampu memecahkan berbagai masalah, sekaligus menjadikan Aceh lebih makmur dan sejahtera.
"Kita semua tentu sepakat, bahwa pendidikan adalah cara terbaik untuk membentuk manusia berkualitas. Karena itu, penguatan pendidikan perlu dilakukan sebagai langkah untuk menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, kompetitif, punya daya juang yang tinggi serta kreatif," kata Gubenur.
SDM berkualitas, hanya dihasilkan melalui pendidikan yang berkualitas. Dengan pendidikan berkualitas, maka kita pun siap bersaing dalam era global yang sudah ada di depan mata. Ingat, bahwa era perdagangan bebas ASEAN telah dimulai sejak Januari tahun 2015 ini. [dedek]