-->

Delegasi Norwegia: Gangguan Jiwa Pasca Tsunami Tantangan Aceh

13 Februari, 2015, 22.38 WIB Last Updated 2015-02-14T05:58:12Z
BANDA ACEH - Komisi VI DPR Aceh beserta Mitra Kerja bidang kesehatan, menerima kunjungan delegasi dari Hedmark University College (HUC) Of Norwegia, di ruang Badan Musyawarah, Jum'at (13/2/2015)

Delegasi Norwegia diterima langsung wakil Ketua DPRA, Dalimi, SE, Ak didampingi Ketua Komisi VI, Iskandar Dawod dan para anggota antara lain Tarmizi, Zainal Abidin, Nuraini Maida, Fatimah, Umi Khalsum dan Darwati A Gani serta mitra kerja Komisi VI yakni Dinas Kesehatan, Kepala RSUA Zainol Abidin dan Kepala RS Jiwa Aceh.

Dalam kata pengantarnya, Dalimi mengungkapkan bahwa pertemuan ini merupakan lanjutan dari kerjasama antara Aceh dan Norwegia, meliputi pertukaran staf dan mahasiswa, pemberian beasiswa, pengembangan SDM Rumah Sakit Jiwa dan Program penelitian lainnya.

"Kerjasama antara Pemerintah Norwegia dengan Pemerintah Aceh telah terjalin pasca Tsunami 2004. Dimana Institusi Kesehatan Norwegia memiliki pengalaman yang sangat baik, dalam hal proses rehabilitasi dan reintegrasi mengenai penanganan kesehatan jiwa," katanya.

Masih kata Wakil Ketua DPR Aceh, ini tidak terlepas karena Aceh telah melalui dua fase, yaitu fase konflik dan musibah Tsunami. Dengan dua fase tersebut, tentu banyak warga Aceh yang mengalami gangguan jiwa dan belum bisa tertangani dengan baik.

"Pemerintah Aceh juga telah berupaya melakukan proses penyembuhan dan pembinaan pasien kejiwaan serta berupaya mengembalikan mereka ke tengah keluarga dan masyarakat. Diantaranya, pembangunan beberapa unit ruang rawat inap pasien di Rumah Sakit Jiwa Aceh, Pembangunan kampus Keperawatan Ibnu Sina Sabang, Pemberian Beasiswa kepada beberapa mahasiswa Aceh yang telah berhasil meraih gelar Master dalam bidang kesehatan kejiwaan di Norwegia," terang Dalimi.

Dalam kesempatan itu, Dalimi juga mengucapkan terimakasih atas bantuan Pemerintah Norwegia pasca Tsunami dan diharapkan kerjasama ini bisa berlangsung dimasa mendatang  dan lebih ditingkatkan dengan cakupan yang lebih luas, seperti bekerjasama dengan Universitas lainnya yang ada di Aceh.

Sementara itu, Prof. Arild Granerud perwakilan dari Hedmark University College Of Norwegia juga menyinggung tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa untuk Aceh, terapi lingkungan merupakan alat untuk meningkatkan keselamatan pasien.

"Tantangan pelayanan kesehatan jiwa di Aceh karena gangguan jiwa lebih berat daripada kesehatan jantung, penyakit gangguan jiwa lebih dekat dengan kemiskinan," ujarnya.

Selain itu, Prof Arild juga memberi masukan kepada Pemerintah Aceh tentang masalah gangguan jiwa yang saat ini melanda Indonesia. Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat dan sekitar 14 %  masyarakat Aceh mengalami gangguan jiwa.

"Penyebab gangguan jiwa yaitu Biofisikologi dan sosial. Oleh karena itu ketika seseorang mengalami gangguan jiwa sudah menjadi tugas kita untuk membantu yaitu memberikan pelayanan, memperlakukan dengan hormat dan dibina," ungkapnya.

"Masalah kembali muncul, ketika pasien sudah sembuh tapi keluarga tidak mau mengambil pasien, idealnya disetiap komunitas (kabupaten/kota) tersedia pusat pelayanan atau rumah singgah dimana pasien bisa beraktifitas, hanya pasien-pasien yang berpsikotik berat yang dibawa ke Rumah Sakit Jiwa," terangnya lagi.

"Rancang bangun tempat pemulihan untuk pasien membuat mereka lebih cepat sembuh," demikian Prof. Arild.

Sedangkan, Ketua Komisi VI, Iskandar Dawod meminta Pemerintah harus membuat pilot project tentang permasalahan kesehatan.

"Selama ini setelah pasien jiwa sembuh, justru kembali sakit disebabkan tidak ada pekerjaan. Ini yang harus dipersiapkan dengan baik," pungkas Ketua Komisi VI. [ar]
Komentar

Tampilkan

Terkini