Islam
mengajarkan kita untuk mencintai kebersihan, selalu menghindarkan diri dari hal
najis dan membersihkan diri dari hadats kecil maupun besar. Namun sayangnya,
banyak di antara umat Islam yang masih belum paham cara membersihkan diri
sesuai tata cara serta ajaran Rasulullah, padahal itu menjadi salah satu syarat
sah nya shalat kita.
Terutama
mengenai mandi besar atau mandi wajib, setiap wanita yang sudah selesai haid,
laki-laki yang mengalami mimpi basah, pasangan suami istri yang melakukan hubungan
intim, seseorang yang baru saja masuk Islam, semuanya diwajibkan untuk mandi,
namun bukan sembarang mandi, ada tata cara dan sunah-sunahnya.
Dikarenakan
pentingnya perkara wajib ini, semoga para suami mau menerangkan pada istrinya,
para ibu mau menerangkan pada putra-putrinya yang akan baligh, berikut ini
pembahasannya, semoga bermanfaat:
Berniat
mandi wajib
Jangan
sekadar mandi tanpa didahului niat untuk membersihkan hadats besar! Cukup
banyak orang melakukan kesalahan karena tidak mendahului dengan niat yang
tepat. Mandi wajib tidaklah sama dengan sekadar mandi biasa, meskipun sama-sama
membasahi seluruh rambut dan tubuh.
Dalam
hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi Shallallahu
Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya
setiap amalan tergantung pada niatnya.” (Riwayat
Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Rukun
Mandi
Hakikat
mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu mengenai rambut dan
kulit.
Inilah
yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Di antaranya adalah dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang menceritakan
tata cara mandi Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam,
"Dahulu,
jika Rasulullah SAW. hendak mandi janabah (junub), beliau memulai dengan
membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air dari tangan kanan ke tangan
kirinya lalu membasuh kemaluannya. Lantas berwudhu sebagaimana berwudhu untuk
salat. Lalu beliau mengambil air dan memasukkan jari - jemarinya ke pangkal
rambut. Hingga beliau menganggap telah cukup, beliau tuangkan ke atas kepalanya
sebanyak 3 kali tuangan. Setelah itu beliau mengguyur seluruh badannya.
Kemudian beliau membasuh kedua kakinya." (HR. Muslim)
Dari
Jubair bin Muth’im berkata, “Kami
saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam, lalu beliau bersabda,
أَمَّا
أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ
بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى
“Saya
mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku,
kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.”
(Riwayat Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
Dalil
yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan air itu merupakan
rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Ummu Salamah. Ia mengatakan,
“Saya
berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku,
apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?”
Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur
air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka
kamu telah suci.” (Riwayat Muslim no. 330)
Dengan
seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap sah, asalkan
disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang mandi di
pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah
dianggap sah.
Adapun
berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan
menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang disunnahkan menurut
mayoritas ulama.
Tata
Cara Mandi yang Sempurna
Berikut
kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan. Apabila hal ini dilakukan,
maka akan membuat mandi tadi lebih sempurna.
Dari
Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah
mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi
untuk Rasulullah, Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan
mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya
beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci
kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian
beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh
muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan
mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu
mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).”
(Riwayat Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
Dari
dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang disunnahkan sebagai
berikut.
Pertama:
Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut
dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
Ibnu
Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Boleh
jadi tujuan untuk mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk
membersihkan tangan dari kotoran … Juga boleh jadi tujuannya adalah
karena mandi tersebut dilakukan setelah bangun tidur.”
Kedua:
Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.
Ketiga:
Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan ke tanah atau
dengan menggunakan sabun. An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan
bagi orang yang beristinja’ (cebok/ membersihkan kotoran) dengan
air, ketika selesai, hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam
sabun, atau hendaklah ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk
menghilangkan kotoran yang ada.”
Keempat:
Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak shalat.
Asy
Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun
mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup
dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan
berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”
Untuk
kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci? Jika kita melihat dari hadits Maimunah
di atas, dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bahwa beliau membasuh anggota wudhunya dulu sampai membasuh kepala,
lalu mengguyur air ke seluruh tubuh, sedangkan kaki dicuci terakhir. Namun
hadits ‘Aisyah menerangkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu secara
sempurna (sampai mencuci kaki), setelah itu beliau mengguyur air ke seluruh
tubuh.
Dari
dua hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih pendapat kapankah kaki itu
dicuci. Yang tepat tentang masalah ini, dua cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah
dan Maimunah bisa sama-sama digunakan. Yaitu kita bisa saja mandi dengan
berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah itu kita mengguyur air ke
seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah.
Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-kumur, memasukkan
air dalam hidup, mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci kepala, lalu
mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.
Syaikh
Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Tata cara
mandi (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah
dan Maimunah) itu sama-sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”
Kelima:
Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut.
Keenam:
Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri.
Ketujuh:
Menyela-nyela rambut.
Dari
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
disebutkan,
“Jika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau
mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau
mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah
yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya
tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.”
(Riwayat Bukhari no. 272)
Juga
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
mengatakan,
“Jika
salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air dengan kedua
tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air dengan tangannya
dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali mengambil air dengan
tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah kiri.”
(Riwayat Bukhari no. 277)
Kedelapan:
Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang
kiri.
Dalilnya
adalah dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata,
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan
yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam
setiap perkara (yang baik-baik).” (Riwayat Bukhari no. 168
dan Muslim no. 268)
Mengguyur
air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja sebagaimana zhohir (tekstual)
hadits yang membicarakan tentang mandi. Inilah salah satu pendapat dari madzhab
Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Bagaimanakah
Tata Cara Mandi pada Wanita?
Tata
cara mandi junub pada wanita sama dengan tata cara mandi yang diterangkan di
atas, sedikit tambahan untuk mandi wajib setelah haid:
“Asma’
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita
haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah
mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan
bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu
menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian
hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil
kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’
berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci
dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah,
bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia
menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh
yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau
tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah
kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau
bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu
memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.”
(Riwayat Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)
Dalam
mandi junub tidak disebutkan “menggosok-gosok dengan keras”.
Hal ini menunjukkan bedanya mandi junub dan mandi karena haidh/nifas.
Ketiga:
Ketika mandi sesuai masa haidh, seorang wanita disunnahkan membawa kapas atau
potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya darah guna menghilangkan
sisa-sisanya. Selain itu, disunnahkan mengusap bekas darah pada kemaluan
setelah mandi dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal ini dengan tujuan
untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah haidh.
Perlukah
Berwudhu Seusai Mandi?
Cukup
kami bawakan dua riwayat tentang hal ini,
Dari
‘Aisyah, ia berkata, “Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak berwudhu
setelah selesai mandi.” (Riwayat Tirmidzi no. 107, An Nasai
no. 252, Ibnu Majah no. 579, Ahmad 6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Sebuah
riwayat dari Ibnu ‘Umar,
Beliau
ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab, “Lantas
wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?”
(Riwayat Ibnu Abi Syaibah secara marfu’ dan mauqu)
Abu
Bakr Ibnul ‘Arobi berkata, “Para
ulama tidak berselisih pendapat bahwa wudhu telah masuk dalam mandi.”
Ibnu Baththol juga telah menukil adanya ijma’
(kesepakatan ulama) dalam masalah ini.