-->

GeRAK: Pemerintah Aceh Belum Berhasil Memenuhi Kesejahteraan Rakyat

05 Januari, 2015, 19.20 WIB Last Updated 2015-01-05T12:20:25Z
BANDA ACEH - Pemerintah Aceh mengalokasikan Belanja Daerah pada RAPBA Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 11,7 Triliun. Pemerintahan saat ini mengalokasikan sebesar Rp 5,4 Triliun untuk Belanja Publik atau sebanyak 46% dari total Belanja Daerah. Sisanya lebih besar diperuntukan untuk Belanja Pegawai (Belanja Tidak Langsung). Artinya Pemerintah saat ini belum berhasil mempresentasikan angaran sebesar-besarnya untuk  pemenuhuan kesejahteraan rakyat.

GERAK Aceh melali Kadiv Kebijakan Publik melalui Pers rilisnya kepada AJNN, Senin (05/1) mengatakan, Angka tersebut tertuang dalam Buku I pada Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS – APBA) Tahun Anggaran 2015. Dari anggaran tersebut disinyalir sebesar Rp 5,2 Triliun anggaran yang tersebar di tiga belas Pos Anggaran sarat dengan potensi korupsi dan dinilai tidak realistis.

Alokasikan anggaran sebesar Rp 283,8 Milyar untuk Penyertaan Modal Investasi Daerah.

Pemerintah Aceh dinilai terlalu berani dengan mengalokasikan terlalu besar untuk BUMD baru yang seharusnya fokus pada penguatan organisasi dan penguatan manajemen. Di lain hal penyertaan modal untuk Microfinance for Innovation Fund (MIF) sebesar Rp 63,8 Milyar dimana asumsi penerimaan pada Lain-lain Pendapatan yang Sah nilainya sama. Kalaupun anggaran itu digunakan untuk penyaluran kreditnya seharusnya nilai pendapatan yang diperoleh harus lebih besar.

Alokasi anggaran untuk KORPRI sebesar Rp 5,6 Milyar dinilai hanya mewarisi pola penganggaran masa lalu.

Lembaga ini tidak efektif lagi dan hanya menyebabkan pemborosan anggaran. Lihat saja lembaga ini hanya diperuntukan oleh orang-orang yang dianggap “tidak terpakai” dalam pemerintah lagi atau pensiunan. Lembaga paguyuban ini tidak memiliki landasan yang kuat jadi untuk apa dipertahankan.

Ada empat item Belanja program yang sarat dengan potensi korupsi berupa Belanja Hibah/Bansos, Belanja tak terduga dan Bantuan Alokasi Khusus mencapai Rp 4,4 Triliun. Padahal KPK sudah “mewarning” peruntukan alokasi tersebut harus bisa dicegah dari penyalahgunaan sebagaimana surat edaran kepada seluruh Gubernur melalui surat Nomor B-14/01-15/01/2014. Terlebih lagi perlu dipertanyakan perencanaan mekasnisme penyaluran dan pengawasan di lapangan.

Alokasi Anggaran untuk Kantor Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta sebesar Rp 10 Milyar dinilai pemborosan anggaran yang hanya digunakan oknum pejabat dan kelompoknya saja.

Pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah/ kawasan sebesar Rp 222 milyar yang berada pada Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA).

Dinas Sosial mengalokasikan anggaran sebesar Rp 53 Milyar untuk Program Pemberdayaan korban bencana sosial daerah konflik. Anehnya anggaran sebesar itu dialokasikan untuk enam  juta korban konflik. Hal ini juga menjelaskan perencanaan yang keliru sehingga penyelesaiaan reintregrasi belum selesai-selesai hingga saat ini.

Pengalokasian anggaran di Badan Investasi dan Promosi Aceh (Bainprom) sebesar Rp 5,19 milyar untuk program Peningkatan Promosi kerjasama investasi dan pengembangan unggulan daerah dinilai tidak memiliki dampak apapun terhadap kemajuan investasi daerah. Setiap program yang diusulkan seharunya memiliki indikator yang jelas tidak hanya menghabiskan anggaran untuk kegiatan seremonial saja tanpa ada korelasinya.

Selanjutnya, pengalokasian anggaran untuk pemeliharaan peralatan dan perlengkapan rutin di Biro umum yang totalnya sebesar Rp 8,5 Milyar juga dinilai sarat dengan pemborosan anggaran. Perlu dipertanyakan juga terkait kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Dana Berbantuan yang dialokasikan sebesar Rp 5,1 Milyar pada Biro Administrasi dan Pembangunan. Termasuk juga kegiatan Koordinasi dan Pembinaan Kesejahteraan Sosial yang dialokasikan sebesar Rp 700 Juta pada Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Sosial.

Pemborosan lainnya terdapat di alokasi Belanja Gaji Pegawai dan Tambahan Penghasilan PNS yang terdapat di tiga SKPA.  Alokasi di Sekretariatan Dewan sebesar Rp 5,9 Mliyar. Alokasi di Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebesar Rp 2,5 Milyar. Dan di Sekretariat Daerah Provinsi yang mencapai Rp 88 Milyar.

Sikap GeRAK ;
1.Mendesak Gubernur Aceh untuk mempresentasikan APBA Tahun Anggaran 2015 untuk Belanja Publik dan mengambil sikap untuk pemangkasan anggaran birokrasi yang dinilai hanya pemborosan.

2. Mendesak Tim Anggaran Pemerintahan Aceh untuk merasionalisasikan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2015 yang sarat dengan potensi korupsi dan tidak memenuhi azas perencanaan anggaran yang efektif dan efisien.


3. Mendesak Badan Anggaran di DPRA untuk menulusuri pos-pos anggaran yang rawan terjadinya korupsi. [Ajnn]
Komentar

Tampilkan

Terkini