SWEDIA - Pihak kepolisian Swedia hari Kamis (01/01/2015),
mengumumkan perburuan pelaku yang diduga secara sengaja berusaha membakar
sebuah masjid, yang ketiga dalam seminggu terakhir.
Dalam
sepekan telah terjadi kali pembakaran masjid di Swedia, menyusul naiknya ketegangan
yang dipicu gerakan anti-imigran di negara itu.
“Seseorang melemparkan
bom molotov ke bangunan (masjid),” kata Torsten Hemlin,
juru bicara kepolisian Uppsala dikutip AFP.
Dia
menambahkan upaya pembakaran itu tak sampai menghanguskan masjid yang berlokasi
di kawasan timur Swedia tersebut.
“Mereka (para pelaku)
juga menulis beberapa pernyataan rasis,” imbuh Hemlin dikutip
BBC. Pada saat kejadian, ujar dia, tak ada orang di masjid tersebut.
Organisasi
Komunitas Muslim, mengunggah foto coretan di pintu utama masjid yang berbunyi, “Go
home Muslim shit”.
Uppsala
adalah kota terbesar keempat di Swedia mendapatkan laporan awal soal upaya
pembakaran itu pada Kamis pukul 04.30 GMT atau pukul 11.30 WIB.
“Tindakan kriminal ini
sudah masuk klasifikasi usaha pembakaran, vandalisme, dan pernyataan kebencian,”
ujar pernyataan kepolisian atas kejadian ini.
Serangan
pada Kamis ini terjadi hanya tiga hari setelah serangan serupa terjadi di
Esloev. Sebelumnya, tepat pada perayaan Natal, lima orang terluka ketika bom
molotov dilemparkan ke dalam masjid di Eskilstuna, di timur ibu kota Swedia,
Stockholm.
Sejumlah
serangan ini terjadi sementara muncul peningkatan perdebatan terkait imigrasi
dan integrasi pencari suaka di negara yang mengakunya dikenal toleran tersebut.
Swedia
akan menerima permintaan suaka lebih dari 100.000 orang pada tahun ini, rekor
baru penerimaan suaka. Bulan lalu, Partai Demokrat Swedia yang beraliran kanan,
mengungguli partai penguasa saat ini yang beraliran lebih liberal soal
pengungsi.
Namun
pada jajak pendapat pada 27 Desember 2014, paratai penguasa yang berkoalisi
dengan partai oposisi bisa mengakhiri dominasi pengaruh Demokrat, termasuk soal
isu imigrasi.
Kharraki
mengatakan upaya pembakaran masjid ini bisa jadi dilakuka oleh orang-orang
Demokrat yang marah karena telah terpinggirkan.
“Mereka (Demokrat)
berpikir Muslim adalah masalah ketika partai utama di politik sudah mengambil
posisi melawan rasialisme dan Islamophobia,” duga Kharraki.
Menariknya,
penyerangan Masjid di Swedia diperlakukan sebagai tindak pidana kriminal biasa,
tidap seperti di Indonesia pelaku penyerangan gereja diperlakuan dengan UU
terorisme.
“Ini bukan politis.
Ini kriminal. Masalah kriminal ini adalah urusan polisi, bukan masalah politik,”
kata Henrik Vinge, juru bicara itu.
“Kekerasan ini adalah
hal yang sangat serius. Tentu saja tidak bisa diterima,”
tegas juru bicara Partai Demokrat.
Komunitas
Muslim, Jumat (26/12/2014), telah mengajak para politisi untuk bergabung
mengambil sikap melawan kekerasan berlatar belakang rasialisme. [Hidayatullah]