-->

Curhat Si Kakek Penjual “Ie Jok”

16 Januari, 2015, 22.13 WIB Last Updated 2015-01-16T15:14:35Z
LHOKSUKON - Seorang kakek terus berjalan kaki arungi batu-batu kerikil. Tak peduli cuaca panas yang membuat kulitnya nyaris terbakar. Pakaiannya basah karena keringat. Kopiah yang dipakai di kepalanya pun nyaris sama dengan usia si kakek yang sudah renta.

Raut wajahnya tampak lelah, mulutnya terlihat seperti orang yang sedang mengucapkan sesuatu. Badan kurus serta kulit yang sudah keriput malah membuat si kakek kuat untuk berjalan. Tak ada kata-kata pantang menyerah darinya.

Ia bernama Nurdin, nama sandinya adalah Pakwa. Ia kelahiran tahun 1956, ia tinggal bersama seorang isteri dan tiga anaknya di Desa Cot Hasan KM 12 Lhoksukon, Aceh Utara.

Saat itu, jarum jam menunjukkan pukul 12:00 WIB. Tentu perut pun semakin lapar, tenggorokan kian kering. Tapi ia harus berusaha untuk bisa bawa pulang hasil perjalanannya hari ini, Jumat (16/01/2015).

Hanya bermodal tiga botol "Ie Jok" atau Air Nira dalam bahasa Indonesia, si kakek ini singgah di salah satu sekolah di Cot Girek. Seraya mengucapkan salam Kepada guru-guru disana yang sedang menjaga tugas piket. Iapun menawarkan tiga botol air nira itu.

Lantas, rezekipun sepertinya belum juga datang. Perut yang semakin lapar dan tenggorokan yang semakin kering (haus) terus memaksa dirinya untuk menawarkan air nira itu kepada semua guru tak mesti yang sedang piket.

Untuk satu botol ia jual Rp 5 ribu rupiah, hanya satu botol yang terjual waktu itu. Belum cukup baginya untuk melengkapi makan siang dirumah bersama keluarganya.

Menunggu memang hal yang paling membosankan, namun tidak bosan bagi si kakek ini. Dengan tekun ia terus melakoni profesinya. Dia kemudian meninggalkan sekolah tersebut dan menawarkan kepada khalayak ramai ditempat lain.

Dari satu pintu kepintu lain, Pakwa menawarkan "Ie Jok" kepada pedagang. Belum ada yang ingin membeli dagangannya itu walau nyaris 20 pintu toko yang ia tawarkan.

Cuma Lima Ribu rezeki hari ini. Cukup untuk beli ikan asin, ucap Pakwa senyum sumringah. Berteduh dibawah kerimbunan pohon, ia pun curhat tentang lika-liku profesinya sebagai penjual maupun pencari air nira.

Mencari air nira sangatlah tidak mudah baginya. Butuh waktu satu minggu untuk menunggu air-air nira itu agar menghasilkan hasil yang maksimal. Tidak mudah, mesti satu minggu, ucapnya.

Untuk satu harinya, terkadang is kakek tua ini hanya mendapatkan uang sepuluh ribu dari hasil penjualan dua betul air nira. [Rul]
Komentar

Tampilkan

Terkini