Ilustrasi |
LHOKSUKON
– Wilayatul
Hisbah (WH) Aceh Utara mencatat mulai
April hingga Desember 2014, sedikitnya 28 warga yang melanggar qanun (perda)
nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat (mesum) di Aceh Utara tidak bisa dieksekusi
cambuk.
“Itu
karena tidak cukup bukti dan tidak ada saksi. Sehingga para pelanggar
diselesaikan secara hukum adat,” kata Ketua WH Aceh Utara, Mursalin, kepada
lintasatjeh.com, Rabu (21/1).
Menurut
Mursalin, Aceh Utara lebih kurang sudah lima tahun tidak melaksanakan hukuman
cambuk. Alasan tidak dilaksanakannya hukuman tersebut karena tidak cukup bukti
dan saksi. Sehingga setiap ada warga yang melanggar syariat Islam selalu
diserahkan kepada masyarakat untuk diselesaikan secara adat yang berlaku di
gampong masing-masing.
Sedangkan,
WH hanya melakukan mengamanan dan pembinaan, sedangkan yang melakukan hukuman
cambuk oleh kejaksaan. WH hanya cuma menyediakan tempat, jumlah pelaku khalwat
juga menurun dibandingkan pada 2013 yang jumlahnya mencapai 44 kasus.
Selain
pelanggar qanun nomor 14, jelas Mursalin, jumlah pelanggar qanun nomor 11/2002
tentang akidah, ibadah, dan syiar islam di Aceh Utara selama 2014 berjumlah 840
kasus. 500 kasus dilanggar oleh perempuan dan 340 pelanggarnya pria. Data itu
dari sejumlah kegiatan razia yang dilakukan WH seperti di tempat wisata,
warnet, salon, dan tempat yang terindikasi melanggar syariat Islam.
Selama
2014, WH juga sudah melakukan sosialisasi tentang syariat Islam ke sekolah
sekolah yang ada di Aceh Utara, melakukan pengajian setelah magrib, keliling Jum’at
untuk memantau yang tidak melaksanakan Jum’at, dan melakukan pengawasan
terhadap warnet.