-->

Rupiah Melemah, 10 Bank Menengah akan 'Kolaps'

16 Desember, 2014, 20.24 WIB Last Updated 2014-12-17T04:55:21Z
JAKARTA - Terus melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) makin menunjukkan bahwa pasar uang internasional masih sangat ragu dengan langkah langkah dan kebijakan Jokowi yang belum jelas dan tidak terencana dengan baik .
FX Arief Poyuono, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, mengatakan seharusnya dengan dihapuskannya subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintahan Jokowi, serta jatuhnya harga minyak dunia secara matematik ekonomi Indonesia justru akan memperkuat nilai rupiah terhadap dolar AS sebab impor minyak mentah maupun BBM adalah, yang paling banyak mengunakan dolar AS.
Jika rupiah terus melemah hingga awal tahun 2015, maka akan berdampak nilai suku bunga kredit yang meningkat dan kinerja perbankan nasional terutama akan meningkatkan kredit macet di sektor perbankan jika sudah seperti ini bukan tidak mungkin akan banyak bank-bank kelas menengah bisa gagal bayar yang akan berimbas pada rush besar besaran oleh nasabah.
"Apalagi perbankan di Indonesia adalah perbankan yang tidak efisien dalam menjalankan bisnisnya. Dan ini sesuai dengan prediksi Bank Indonesia (BI) yang memprediksi nilai rupiah akan tembus di kisaran Rp 16 ribu," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12/2014).
Dampak melemahnya nilai kurs rupiah terhadap dolar juga akan berdampak pada utang obligasi dan pinjaman luar negeri jangka pendek BUMN yang membengkak, sehingga BUMN yang tidak menjalankan hedging sudah dapat dipastikan akan kesulitan likuiditas yang akhirnya kebijakan yang diambil adalah melepas saham kepemilikan negara untuk menalangi utang BUMN atau mengonversi uutang obligasi menjadi pengurangan saham pemerintah di BUMN .
Langkah yang harus diambil agar bencana kurs rupiah tidak berimbas negatif pada perekonomian Indonesia, Jokowi harus bisa menenangkan pasar agar tidak panik dengan cara memperketat pengunaan devisa dolar. (tribunnews.com)
Komentar

Tampilkan

Terkini