LHOKSUKON - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Pengadilan
Tipikor untuk segera melakukan penahanan terhadap terhadap Dasni Yuzar, anak dan adiknya yang
saat ini menjadi terdakwa dalam kasus indikasi tindak pidana korupsi Yayasan
Cakra Donya di Lhokseumawe. Ini penting segera dilakukan mengingat hingga saat
ini, Walikota Lhokseumawe belum menonaktifkan Dasni Yuzar sebagai Sekdako
Lhokseumawe sehingga berpotensi menggunakan fasilitasi negara dalam
pemeriksaannya di Pengadilan.
Demikian disampaikan Staff
Monitoring LSM MaTA, Sariyulis, melalui press realese kepada wartawan, Rabu
(10/12).
Menurut MaTA, kalau tidak ditahan
siapa yang bisa menjamin bahwa terdakwa Dasni Yuzar tidak menggunakan fasilitas
negara yang melekat padanya dalam proses persidangan nantinya? Kalau ini
terjadi, tentunya Walikota Lhokseumawe dan Pengadilan Tipikor Banda Aceh harus
bertanggungjawab. Disisi lain, tidak tahannya terdakwa kasus ini akan memberi
kesan bahwa Pengadilan Tipikor Banda Aceh memberikan keleluasaan terhadap
“penjahat” negara dan bahkan memungkinkan terdakwa Dasni Yuzar akan melakukan
pengulangan kasus korupsi.
Berdasarkan catatan MaTA, pengadilan Tipikor
lebih cenderung melakukan penahanan apabila penyidik yang terlebih dahulu
melakukannya ketika kasus dilimpahkan ke pengadilan. Namun, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini
Pengadilan Tipikor Banda Aceh harusnya dapat melakukan perubahan secara fundamental
dalam menangangani perkara tindak pidana korupsi. Terlebih oknum yang terlibat
dalam kasus tindak pidana korupsi memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi di
daerah.
Disisi lain, MaTA juga mendesak
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk memeriksa secara menyeluruh kasus ini
sehingga tidak ada oknum yang terselamatkan. MaTA menyakini, oknum yang
terlibat bukan hanya 3 orang itu saja, namun lebih dari itu. Berdasarkan penelusuran
kami, anggaran untuk Yayasan Cakradonya tersebut bersumber dari dana aspirasi
oknum DPRA yang proses pencairannya melalui Biro Kesra Aceh . Sehingga penting
bagi Kejati Aceh untuk memeriksa oknum DPRA tersebut dan juga oknum yang ada di
Biro Kesra.
MaTA juga berharap penyidik Kejati Aceh juga melakukan
penelusuran aliran dana dari hasil tindak pidana tersebut, sehingga nantinya
akan menemukan titik terang baru dalam pengungkapan kasus ini. (01)