JAKARTA - Rencana
Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memasukkan kembali RUU Keamanan Nasional
(Kamnas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 menuai dukungan,
terutama dari pimpinan Komisi I DPR.
Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq mengapresiasi dan
mendukung rencana Jokowi itu. Meskipun demikian politisi PKS ini mengingatkan
agar Jokowi tidak melakukan kesalahan yang sama seperti pemerintah sebelumnya,
SBY, yang belakangan membatalkan pembahasan RUU tersebut.
"Ada kesalahan yang tidak boleh diulang kalau memang
menginginkan RUU Kamnas menjadi UU," kata Mahfudz kepada wartawan di
Jakarta, Kamis (11/12).
Dia mengatakan, Jokowi juga harus melihat bahwa sektor
keamanan nasional seperti di banyak negara leading sectornya bukan pada polisi
tapi pada militer. Ini harus ditegaskan dulu sehingga tidak ada tarik menarik
antara militer dan kepolisian seperti yang terjadi pada periode lalu. Dampaknya
pembahasan RUU itu dimentahkan.
Mahfudz menambahkan, persoalan Kamnas harus dipahami dengan
utuh. Dengan demikian, ketika RUU itu diajukan kembali tidak mengalami
kemacetan akibat tarik menarik kepentingan. Menurutnya Jokowi pun harus cerdik
untuk membuat naskah akademik di mana cakupannya harus multi dimensional.
"RUU Kamnas mandeg karena polisi melihat militer
mendominasi. Padahal bukan seperti itu perspektifnya.Kalau kajiannya tidak komprehensif,
maka saya khawatir, RUU Kamnas akan mentah lagi,” tegasnya.
Militer menurutnya harus menjadi leading sector karena
memang perspektif keamanan nasional bukan hanya pada keamanan dan ketertiban
hukum semata yang menjadi ruang lingkup kepolisian.Pada level yaitu ketika
keamanan nasional dalam kondisi berbahaya maka militer mengambil alih.
Dia pun mencontohkan militer Amerika Serikat yang bisa
mengambil alih peran dan tugas di bidang kesehatan, terknologi informasi dan
lainnya kalau menyangkut keamanan nasional.
"Kalau ada wabah penyakit yang bisa mempengaruhi
keamanan nasional, maka militer Amerika Serikat mengambil alih peran di bidang
kesehatan. Begitu juga misalnya dalam peperangan yang asimentrik yang tidak
masuk dalam lingkup militer dan kepolisian secara umum misalnya ketika senjata
kimia dan biologi bisa digunakan sehingga keamanan nasional menjadi terancam
maka militer mengambil alih komando," demikian Mahfudz. (RMOL)