BANDA ACEH - Kericuhan tak terduga terjadi di kantor Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) Aceh, Senin (08/12/2014) malam. Kericuhan dituding terjadi karena ada
upaya pihak-pihak tertentu yang ingin mengangkangi surat keputusan Wali
Nanggroe Aceh Tgk Malek Mahmud Al-Haytar dan Tuha Peut Partai Aceh (PA)
bernomor 001/DPA-PA/MP4/2014 tentang posisi ketua DPR Aceh yang telah
diamanahkan kepada Ridwan Abubakar, S.Pdi, MM.
Kisruh politik di kantor DPR Aceh ini terjadi saat rapat
Paripurna pembahasan alat kelengkapan DPRA berlangsung. Ruang rapat sidang
tersebut memanas. Sejumlah anggota dewan dan simpatisan partai politik saling
adu mulut.
Memang, kericuhan terjadi saat Ridwan Abubakar yang merupakan
sosok mantan perjuangan GAM yang dipercaya memimpin lembaga kenegaraan tinngkat
Provinsi Aceh itu mencoba menerangkan kejelasan surat tersebut.
Kepada Lintasatjeh.com, pria yang akrab dipanggil Nek Tu ini
menjelaskan terkait persoalan tersebut. Nek Tu mengatakan, dirinya telah
mendapat perintah resmi dari pemangku Wali Naggroe Aceh. Terlepas dari surat
itu, Nek Tu sendiri juga sangat menginginkan rakyat Aceh mengetahui kejadian
yang tengah menyelimuti politik Aceh. Bahkan, dirinya juga telah komit untuk
menyelesaikan implementasi MoU Aceh dengan RI.
Nek Tu menerangkan, H. Muzakir Manaf yang merupakan ketua Partai
Aceh (PA) sekaligus Wakil Gubernur Aceh, saat ini ingin mengusuai perpolitikan
Nanggroe Aceh Darussalam dengan menentukan pilihan secara sepihak dan tanpa
bermusyawarah dengan internal partai tentang keberadaan surat perintah sakral
itu.
Seperti diketahui, surat keputusan pengarahan ketua DPR Aceh itu
tertanggal 24 September 2014 lalu. Surat itu ditandatangani oleh paduka Wali
Nanggroe Aceh Malek Mahmud Al-Haytar, Tuha Peuet Partai Aceh dr. Zaini Abdullah
yang juga Gubernur Aceh serta Zakarya Saman.
Surat perintah yang ditujukan kepada ketua pengurus harian Partai
Aceh itu menyebutkan, DPA-PA, majelis Tuha Peuet mengarahkan, secara perjuangan
panjang yang memakan waktu panjang sampai terjadinya perdamaian,
sehingga dapat melanjutkan perjuangan politik, maka berdirilah Partai
Aceh.
Sampai saat ini, seperti dikutip dari isi surat ini, perjuangan
bidang politik dapat menduduki ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Sesuai
penjelasan diatas, petinggi Aech melihat ananda Ridwan Abu Bakar yang terlibat
sejak perjuangan bersenjata sampai perjuangan politik telah memiliki, mempunyai
pengalaman yang sangat besar dan mampu menjalankan misi perjuangan melalui DPR
Aceh periode 2014 – 2019.
“Berdasarkan kejelasan diatas, kami majelis Tuha Peuet memandang
bahwa Ridwan Abu Bakar untuk diangkat dengan satu surat keputusan menjadi ketua
DPRA,” tulis surat arahan yang bernomor 001/DPA-PA/MP4/2014 tersebut.
“Surat tersebut sudah kita serahkan kepada ketua harian, agar
segera dibahas secara musyawarah diinternal PA,” tegas Tu, seraya mengatakan,
saat terjadi pembahasan paripurna oleh ketua DPR Aceh sementara yaitu
Muharuddin langsung mengambil keputusan tanpa merujuk pada surat keputusan Wali
Nanggroe.
“Surat itu sangat sah, itu sebagai keputusan (peunutoh) dari Wali
Nanggroe dan saya pun meminta ditunda usulan, karena tentang keputusan itu
sangat perlu dimusyawarahkan,” jelas Ridwan. (02)