-->

Inilah Penyebab Utama Kericuhan di DPR Aceh

09 Desember, 2014, 21.22 WIB Last Updated 2014-12-10T07:07:26Z
BANDA ACEH - Kericuhan tak terduga terjadi di kantor Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Senin (08/12/2014) malam. Kericuhan dituding terjadi karena ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin mengangkangi surat keputusan Wali Nanggroe Aceh Tgk Malek Mahmud Al-Haytar dan Tuha Peut Partai Aceh (PA) bernomor 001/DPA-PA/MP4/2014 tentang posisi ketua DPR Aceh yang telah diamanahkan kepada Ridwan Abubakar, S.Pdi, MM.

Kisruh politik di kantor DPR Aceh ini terjadi saat rapat Paripurna pembahasan alat kelengkapan DPRA berlangsung. Ruang rapat sidang tersebut memanas. Sejumlah anggota dewan dan simpatisan partai politik saling adu mulut.

Memang, kericuhan terjadi saat Ridwan Abubakar yang merupakan sosok mantan perjuangan GAM yang dipercaya memimpin lembaga kenegaraan tinngkat Provinsi Aceh itu mencoba menerangkan kejelasan surat tersebut.

Kepada Lintasatjeh.com, pria yang akrab dipanggil Nek Tu ini menjelaskan terkait persoalan tersebut. Nek Tu mengatakan, dirinya telah mendapat perintah resmi dari pemangku Wali Naggroe Aceh. Terlepas dari surat itu, Nek Tu sendiri juga sangat menginginkan rakyat Aceh mengetahui kejadian yang tengah menyelimuti politik Aceh. Bahkan, dirinya juga telah komit untuk menyelesaikan implementasi MoU Aceh dengan RI.

Nek Tu menerangkan, H. Muzakir Manaf yang merupakan ketua Partai Aceh (PA) sekaligus Wakil Gubernur Aceh, saat ini ingin mengusuai perpolitikan Nanggroe Aceh Darussalam dengan menentukan pilihan secara sepihak dan tanpa bermusyawarah dengan internal partai tentang keberadaan surat perintah sakral itu.

Seperti diketahui, surat keputusan pengarahan ketua DPR Aceh itu tertanggal 24 September 2014 lalu. Surat itu ditandatangani oleh paduka Wali Nanggroe Aceh Malek Mahmud Al-Haytar, Tuha Peuet Partai Aceh dr. Zaini Abdullah yang juga Gubernur Aceh serta Zakarya Saman.

Surat perintah yang ditujukan kepada ketua pengurus harian Partai Aceh itu menyebutkan, DPA-PA, majelis Tuha Peuet mengarahkan, secara perjuangan panjang yang memakan waktu panjang sampai terjadinya perdamaian, sehingga dapat melanjutkan perjuangan politik, maka berdirilah Partai Aceh.

Sampai saat ini, seperti dikutip dari isi surat ini, perjuangan bidang politik dapat menduduki ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Sesuai penjelasan diatas, petinggi Aech melihat ananda Ridwan Abu Bakar yang terlibat sejak perjuangan bersenjata sampai perjuangan politik telah memiliki, mempunyai pengalaman yang sangat besar dan mampu menjalankan misi perjuangan melalui DPR Aceh periode 2014 – 2019.

“Berdasarkan kejelasan diatas, kami majelis Tuha Peuet memandang bahwa Ridwan Abu Bakar untuk diangkat dengan satu surat keputusan menjadi ketua DPRA,” tulis surat arahan yang bernomor 001/DPA-PA/MP4/2014 tersebut.

“Surat tersebut sudah kita serahkan kepada ketua harian, agar segera dibahas secara musyawarah diinternal PA,” tegas Tu, seraya mengatakan, saat terjadi pembahasan paripurna oleh ketua DPR Aceh sementara yaitu Muharuddin langsung mengambil keputusan tanpa merujuk pada surat keputusan Wali Nanggroe.

“Surat itu sangat sah, itu sebagai keputusan (peunutoh) dari Wali Nanggroe dan saya pun meminta ditunda usulan, karena tentang keputusan itu sangat perlu dimusyawarahkan,” jelas Ridwan. (02)
Komentar

Tampilkan

Terkini