-->

Ini Pernyataan Sikap AAA Terkait Kisruh DPR Aceh

10 Desember, 2014, 11.22 WIB Last Updated 2014-12-10T05:09:32Z
BANDA ACEH - Memprihatinkan ! Kami merasa sangat miris melihat kondisi politik Aceh saat ini, apalagi dengan adanya kisruh di ruang sidang DPR Aceh tempat para wakil rakyat yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika untuk memperjuangkan marwah dan martabat rakyat Aceh. Namun, perbuatan memalukan yang mencoreng wajah politik Aceh telah terjadi di ruang dewan yang terhormat hanya karena permasalahan internal Partai Aceh.

Hal tersebut disampaikan Ketua Achehness Australia Association, Tgk. Sufaini Syekhy kepada wartawan melalui telepon selularnya, Rabu (10/12/2014).

Kata Syekhy, pasca lahirnya partai lokal di Aceh dan pasca Aceh di bawah ZIKIR, politik Aceh semakin kacau karena sangat otoriter. Seharusnya Partai Aceh dapat memberikan contoh kearifan lokal bagi partai nasional dan partai lokal lainnya serta bisa memberikan suasana politik sejuk dengan bersatu padunya elit-elit politik dan mantan kombatan GAM yang duduk di legislatif maupun eksekutif.

"Kisruh yang terjadi saat rapat paripurna khusus DPRA, sejatinya, ini akibat terjadinya perebutan kekuasan antara petinggi PA," ungkap Ketua AAA.

Ridwan Abubakar, saat itu memprotes penunjukkan Tgk. Muharruddin sebagai ketua definitif DPRA disinyalir tidak sesuai mekanisme di internal Partai Aceh. Bahkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPA) Partai Aceh (PA) Muzakir Manaf dituduh telah mengangkangi surat keputusan Wali Nanggroe dan Majelis Tuha Peuet Partai Aceh Nomor 001/DPA-PA/MP4/2014 tentang posisi ketua DPRA yang telah diamanahkan kepada Ridwan Abubakar S. Pdi, MM (Nek Tu). Bahkan surat keputusan itu, ditandatangani oleh Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud, dr. Zaini Abdullah dan Zakarya Saman.

"Artinya, ada adu kekuatan antara Mualem sebagai Ketua DPA PA dengan Wali Nanggroe cs. Meskipun keputusan partai, tidak terlepas dari kebijakan Ketua PA," beber Syekhy.

Namun kenyataannya, Ketua DPA PA seakan tidak mentaati mekanisme partai dalam menentukan calon pimpinan DPRA. Kemudian, parahnya Wali Nanggroe sebagai simbol pemersatu rakyat Aceh terkesan buang badan dengan kondisi politik yang terjadi di Aceh.

Seharusnya Partai Aceh solid dalam memilih pimpinan DPRA, harus benar-benar demokratis dan mengedepankan musyawarah mufakat. Kalau memang masih terjadi perdebatan, selesaikan dulu di internal partai, jangan dibawa perselisihan dalam rapat paripurna yang terhormat.

"Selesaikan permasalahan internal dulu, supaya dapat melahirkan pimpinan yang benar-benar berkualitas dan mampu menjalankan kepemimpinan yang amanah demi kepentingan melanjutkan perjuangan rakyat. Siapapun yang terpilih, harus sesuai mekanisme dan jangan ada intervensi pihak manapun. Kita dukung untuk kebaikan Aceh !" tegas Sufaini Syekhy.

Menurutnya, Aceh membutuhkan pemimpin dan wakil rakyat yang memiliki etika, moral, kredibilitas dan kapabilitas dalam melanjutkan perjuangan rakyat untuk menjaga perdamaian Helsinki serta memperjuangkan kepentingan rakyat menjadi Aceh yang bermartabat, adil, makmur dan sejahtera dengan merdeka ekonomi,merdeka di bidang pendidikan dan merdeka secara politik.

Dengan demikian Aceh yang telah banyak mengorbankan para syuhada dan menyisakan anak yatim ataupun janda dapat terobati. Aceh milik kita semua, pemimpin jangan mempertontonkan ketidakdewasaan dalam berpolitik dan memimpin negeri.

"Mari kita ciptakan Aceh yang kondusif supaya Aceh dapat keluar dari keterpurukan, dimana rakyat Aceh khususnya mantan TNA dapat berintegrasi dengan masyarakat, hidupnya semakin baik, jangan justru semakin memprihatinkan di semua aspek kehidupan seperti saat ini," katanya.

"Petinggi-petinggi mantan kombatan GAM jangan asik dan terkontaminasi berebut kekuasaan," imbuhnya.

Untuk itu, kami atas nama mantan kombatan GAM. Australia, mengeluarkan pernyataan sikap atas kisruh DPR Aceh sebagai berikut :

1. Mendesak Pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur Aceh turun tangan untuk menetralisir kisruh yang terjadi di kantor DPRA.
2. Mendesak Wali Nanggroe Aceh sebagai simbol pemersatu rakyat Aceh untuk berperan aktif dalam menjaga marwah dan martabat Aceh termasuk menyelesaikan konflik sesama mantan kombatan di internal Partai Aceh. 
3. Mendesak para elit politik di Aceh selalu mengedepankan etika, moral dan cara-cara musyawarah mufakat dalam mengambil setiap keputusan terutama untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan kepentingan Aceh.
4. Menghimbau masyarakat/TNA/semua pihak tetap menjaga perdamaian Aceh dan tidak terprovokasi. (ar)
Komentar

Tampilkan

Terkini