JAKARTA - Hari ini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU Pera) Basuki Hadimuljono mengadakan pertemuan dengan Hideo Tokuyama, Wakil Menteri Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang. Keduanya membahas proyek-proyek infrastruktur, terutama waduk dan irigasi.
Jepang sendiri telah lama berkontribusi dalam pendanaan proyek infrastruktur di Indonesia. Kepala Bagian Kerjasama Luar Negeri Kemen PU Pera Zevi Azzaino mencatat, saat ini pinjaman langsung dari pemerintah Jepang lewat Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk sektor infrastruktur adalah yang terbesar dibandingkan ke sektor-sektor lainnya.
"Dari total pinjaman yang diterima PU saja, dari Jepang itu sekitar 40%. Banyak sektor yang dimasuki seperti bendungan, jalan, listrik, dan lainnya," katanya di kantor Kemen PU Pera, Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Hingga Juli 2014, lanjut Zevi, pinjaman Jepang yang masuk ke sektor Infrastruktur telah mencapai US$ 2.060.275.000 atau lebih dari Rp 24 triliun.
"Itu adalah total yang diterima dalam bentuk proyek yang sudah ditandatangin kontraknya. Bukan termasuk proyek-proyek yang sudah selesai," sambung dia.
Dalam pertemuan kali ini, akan dibahas skema bantuan dari Jepang. Zevi berharap bantuan dari Jepang tidak hanya bentuk pinjaman (loan). "Kalau di depan bisa juga bentuknya hibah dan sebagainya," ujarnya.
Namun Zevi mengakui bahwa proyek-proyek infrastruktur yang dicanangkan pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Misalnya bendungan, kan usulan dari PU Pera ada sekitar Rp 42 triliun dari realokasi subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak). Kalau dibikin bendungan mungkin hanya jadi 10, padahal target kita ada 49. Makanya kita perlu bantuan dari negara-negara lain," paparnya. (detikcom)