BANDA ACEH - Kelompok Mantan Kombatan GAM Din Minimi dalam dua hari terakhir menjadi pemberitaan terhangat di media cetak dan elektronik lokal maupun nasional.
Isu tersebut dipicu pengakuan Din Minimi dan kelompoknya yang diekspose di berbagai media dengan memuat foto dirinya dengan menenteng senjata laras panjang serta mengeluarkan pernyataan akan melawan Pemerintahan Aceh di bawah pimpinan Zaini – Muzakir (ZIKIR).
Kekecewaan kelompok Din Minimi dikarenakan Pemerintah Aceh tidak menjalankan MoU Helsinki sesuai amanah, bahkan Pemerintah Aceh dinilai tidak memperhatikan janda-janda korban konflik, anak-anak yatim korban konflik dan justru mengabaikan para mantan kombatan GAM.
"Apa yang dilakukan Din Minimi merupakan akibat rakyat sudah klimaks rasa kecewa terhadap Pemerintah ZIKIR dan semakin jelas tidak bermakna untuk memperjuangkan nasib rakyat secara menyeluruh," demikian dikatakan Tgk. Syekhy mantan kombatan GAM Australia melalui blackberry mesenger kepada lintasatjeh.com, Minggu (12/10).
Menurutnya, ZIKIR juga harus bertanggung jawab terhadap kekecewaan Din Minimi dan Din Minimi yang lainnya. ZIKIR mungkin sudah lupa diri dan telah mengabaikan mantan kombatan GAM.
"Bahkan kalau boleh jujur, ZIKIR telah menelantarkan anak-anak yatim, janda-janda korban konflik. Mereka juga telah menyia-nyiakan pengorbanan para syuhada. Mereka telah mengambil keuntungan dari perang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya," kata Syekhy.
"Jangan pancing suasana yang dapat membuat Aceh tidak tentram. Bagi kami Din Minimi dan kelompoknya adalah saudara-saudara sendiri jadi harus disikapi dengan arif," imbuhnya.
Kita juga mengharapkan Pemerintah Aceh dan aparat kepolisian bisa berlaku adil, bisa menjaga situasi tetap kondusif. Kepolisian tidak perlu mengepung kelompok Din Minimi secara berlebihan untuk menangkapnya.
"Kalau mantan kombatan GAM menuntut keadilan kepada Pemerintah Aceh, itulah adalah hak mereka karena diatur dalam perjanjian damai. Tapi kalau melanggar hukum, itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum. Namun hendaknya kejadian seperti ini tidak merusak makna perdamaian yang selama ini sudah berlangsung 9 tahun," demikian Tgk. Syekhy mengakhiri.(ar)
Isu tersebut dipicu pengakuan Din Minimi dan kelompoknya yang diekspose di berbagai media dengan memuat foto dirinya dengan menenteng senjata laras panjang serta mengeluarkan pernyataan akan melawan Pemerintahan Aceh di bawah pimpinan Zaini – Muzakir (ZIKIR).
Kekecewaan kelompok Din Minimi dikarenakan Pemerintah Aceh tidak menjalankan MoU Helsinki sesuai amanah, bahkan Pemerintah Aceh dinilai tidak memperhatikan janda-janda korban konflik, anak-anak yatim korban konflik dan justru mengabaikan para mantan kombatan GAM.
"Apa yang dilakukan Din Minimi merupakan akibat rakyat sudah klimaks rasa kecewa terhadap Pemerintah ZIKIR dan semakin jelas tidak bermakna untuk memperjuangkan nasib rakyat secara menyeluruh," demikian dikatakan Tgk. Syekhy mantan kombatan GAM Australia melalui blackberry mesenger kepada lintasatjeh.com, Minggu (12/10).
Menurutnya, ZIKIR juga harus bertanggung jawab terhadap kekecewaan Din Minimi dan Din Minimi yang lainnya. ZIKIR mungkin sudah lupa diri dan telah mengabaikan mantan kombatan GAM.
"Bahkan kalau boleh jujur, ZIKIR telah menelantarkan anak-anak yatim, janda-janda korban konflik. Mereka juga telah menyia-nyiakan pengorbanan para syuhada. Mereka telah mengambil keuntungan dari perang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya," kata Syekhy.
"Jangan pancing suasana yang dapat membuat Aceh tidak tentram. Bagi kami Din Minimi dan kelompoknya adalah saudara-saudara sendiri jadi harus disikapi dengan arif," imbuhnya.
Kita juga mengharapkan Pemerintah Aceh dan aparat kepolisian bisa berlaku adil, bisa menjaga situasi tetap kondusif. Kepolisian tidak perlu mengepung kelompok Din Minimi secara berlebihan untuk menangkapnya.
"Kalau mantan kombatan GAM menuntut keadilan kepada Pemerintah Aceh, itulah adalah hak mereka karena diatur dalam perjanjian damai. Tapi kalau melanggar hukum, itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum. Namun hendaknya kejadian seperti ini tidak merusak makna perdamaian yang selama ini sudah berlangsung 9 tahun," demikian Tgk. Syekhy mengakhiri.(ar)