-->

RUU Pilkada Melanggar UUD 1945

16 September, 2014, 20.42 WIB Last Updated 2014-09-17T02:18:05Z
ist
LHOKSEUMAWE - Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikul Saleh (Unimal) Lhokseumawe Amrijal J Prang S.H.,LLM mengatakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD itu melanggar UUD 1945.

"Dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sudah jelas bahwa kedaulatan negara ada ditangan rakyat. Sehingga apabila pemerintah bersama DPR tetap mengesahkan maka dinilai telah mencederai UU itu," demikian kata J Prang menanggapi terkait pemilihan kepala daerah oleh DPRD sebagaimana yang diatur dalam Rancangan Undang-undang (RUU) yang sedang dibahas, Selasa (16/9).

Lanjut pria yang mendapat gelar Sarjana Hukum (SH) dalam bidang Hukum Tata Negara dari Unimal pada tahun 2003 ini menjelaskan, kalau dilihat dalam kontek demokrasi hanya inilah yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat baik pemilihan presiden, anggota legislatif, maupun pemilihan kepala daerah.

"Sedangkan yang lain kan tidak tidak ada dan semuanya diwakili oleh legislatif."
Dia juga menyinggung justifikasi oleh para politisi bahwa Pilkada oleh DPRD menghemat kost politik. Menurutnya alasan itu tidak beralasan, sebab yang harus diperbaiki dalam hal ini adalah sistimnya. Artinya, jika Pilkada langsung ini sistimnya menghabiskan banyak anggaran itu bisa dilakukan tapi hak kedaulatan rakyat yang dikonstitusikan juga bisa tetap dijalankan.

Dengan Pilkada oleh DPRD juga, membuka ruang korupsi dari para calon, karena ada proses transaksional politik antara legislatif dengan kepala daerah. "Suap menyuap dan korupsi itu bisa saja terjadi. Itu karena sistimnya dan karakter pemimpinnya juga seperti itu," ujar dosen yang meraih gelar LLM dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini.

Oleh karenanya dengan Pilkada langsung jikalau alasan kost politik lebih tinggi itu tidak cukup beralasan dan menjadi alasan yang mutlak kemudian harus dilakukan Pilkada tidak langsung. Akan tetapi bagaimana kemudian RUU Pilkada tidak langsung ini oleh pihak pemerintah dan juga DPR agar jangan dulu disahkan menjadi UU.

Kalau pun nantinya DPR juga tetap mengesahkan UU Pilkada maka harus ada upaya-upaya Judicial Review terhadap UU itu. Sebab, selain telah menjadi pelanggaran hukum terhadap pasal 1 ayat (2) UUD 1945 juga akan muncul dualisme hukum pemerintah Indonesia dan di Aceh. Dualisme hukum di sini adalah untuk Aceh khususnya yang telah memiliki Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang jelas dalam pasal 64 ayat 1 UUPA bahwa pemilihan di Aceh dilakukan secara langsung.

"Di Aceh langsung, di daerah-daerah lain di Indonesia menjadi tidak langsung, justru ini kan bermasalah."

Kalau RUU Pilkada disahkan menjadi UU, nantinya ketika muncul ketidaksamaan hukum diantara warga negara Indonesia kan juga melanggar hukum pasal 28 UUD 1945 tentang adanya persamaan hak dalam politik dan pemerintahan.

Untuk itu harapannya bagaimana kemudian DPR bersama pemerintah tidak mengesahkan UU ini. Kalaupun ini disahkan harus dilakukan uji materil dan judicial review terhadap UU ini.

"Saya yakin MK akan membatalkan UU Pilkada tidak langsung ini," tutup dosen Unimal yang sudah mempublikasikan buku berjudul Aceh dari Konflik ke Damai ini. (01)
Komentar

Tampilkan

Terkini