-->

Ritual 'Tumpeng Sewu' Masih Dilaksanakan di Bumi Blambangan

27 September, 2014, 09.51 WIB Last Updated 2014-09-27T02:51:38Z
Kenduri Tumpeng Sewu. (LA/Yudi)
BANYUWANGI – Kamis malam 25 September 2014, masyarakat Desa Kemiren Kecamatan Glagah, Tumpah ruah di halaman rumah guna melaksanakan selamatan desa secara serentak. Selamatan desa ini dikenal sebagai tradisi adat Tumpeng Sewu, yang rutin dilaksanakan satu kali dalam setahun untuk menolak bala.

Selain untuk ritual tolak bala, warisan budaya bumi Blambangan ini juga dilakukan sebagai wujud rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena senantiasa memberi keselamatan dan keberkahan kepada masyarakat desa Kemiren. Dipimpin tokoh adat setempat, kenduri Tumpeng Sewu dilaksanakan dengan memohon kepada Yang Kuasa agar masyarakat desa Kemiren selalu diberikan keselamatan serta kenikmatan.

"Tumpeng Sewu dilaksanakan rutin di setiap tahunnya, tradisi ini adalah bukti rasa syukur masyarakat Kemiren kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya, warga Kemiren selalu dalam lindungan–Nya,” papar Pak No warga setempat saat berbincang dengan wartawan. Ciri khas Tumpeng Sewu Desa Kemiren sangat khas, Menurut Pak No tumpeng yang disuguhkan warga Kemiren itu hanya satu jenis.

"Tumpeng terdiri dari nasi tumpeng yang berlaukan "Pecel Petek" yaitu ayam bakar yang berbumbukan urap kelapa," jelas Pak No saat mengajak wartawan duduk dan makan di halaman depan rumahnya yang beralasakan tikar dan berlampukan dimar oncor (lampu minyak_red) guna menyantap nasi tumpeng yang sengaja disuguhkan kepada warga yang berkunjung sembari melihat iring-iringan kesenian Barong Prejeng dan Tari Gandrung khas desa Kemiren. Kata Pak No, sebelum acara Tumpeng Sewu ini dilaksanakan, pagi hari sampai siang, seluruh warga Kemiren "Mepe Kasur" atau menjemur kasur untuk menghilangkan bala penyakit.

"Siang harinya masyarakat menjemur kasur untuk menghilangkan bala, sebab warga Kemiren yakin kasur itu adalah tempat kita untuk tidur dan diyakini di dalam kasur tersebut terdapat bala. Maka dari itu sebelum tumpeng sewu digelar, terlebih dahulu masyarakat menjemur kasur untuk menghilangkan bala," pungkas Pak No menutup perbincangannya.

Terselenggaranya acara Tumpeng Sewu murni dari dana swadaya masyarakat, maka tak heran jika tradisi Tumpeng Sewu masih dilaksanakan. Karena kekuatan untuk melestarikan adat budaya terletak pada kerukunan masyarakat dalam bergotong royong, seperti penyampaian Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, saat menghadiri selamatan desa Kemiren. (Yudi)
Komentar

Tampilkan

Terkini