Banda Aceh- Ridwan Abubakar, S.Pdi, MM atau dikenal Nektu kembali terpilih menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh periode 2014 - 2019. Hal itu menandakan bahwa masyarakat Aceh masih sangat menginginkan sosok Nektu menjadi wakilnya. Belakangan ini, pria kelahiran Seunuebok Rambong, Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur 04 Desember 1964 ini dikenal sebagai sosok wakil rakyat yang benar-benar berjuang demi kepentingan rakyat Aceh.
Rakyat Aceh dari berbagai penjuru termasuk tokoh perempuan dan mahasiswa Aceh mengenal persis pria beralumni Akademi Militer (Tripoly) Libya 1987-1988 ini. Wawasan yang dimilikinya menjadi modal dasar untuk memahami berbagai polemik yang terjadi di tanah rencong itu. Bawaan Nektu yang merakyat memang patut diacungi jempol. Ia bukan pahlawan yang berharap imbalan.
Tak kenal siang malam, ia selalu siap mencari peluang untuk menerobos berbagai tantangan demi kepentingan umum. Persoalan yang terjadi ditubuh rakyat Aceh, menjadi tugas utamanya selaku wakil rakyat. Tak ada rakyat Aceh yang kecewa dengan dewan yang terpilih dari Partai Aceh ini.
Sekilas tentang Rdiwan Abubakar, S.Pdi, MM. Ia merupakan anak dari pasangan Al-Marhum Abu Bakar bin Syam dan Zainah Ali. Al-Marhum ayahandanya merupakan salah seorang pejuang Aceh Merdeka (AM) pada tahun 1976 silam. Singkat cerita, berbagai cobaan telah ia (Nektu) hadapi sejak Aceh bergejolak konflik saat itu. Sembari memperjuangkan Aceh, ia berhasil menamatkan berbagai tingkatan pendidikannya.
Semasa beliau kanak-kanak, kehidupan Nek Tu seperti biasa selayaknya hidup satu atap diantara ayahanda dan ibunda serta saudara kandung sekeluarga. Tahun 1971 ia mulai bersekolah di SD Negeri Idi. Tamatan Sekolah Dasar (SD), ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) yang juga bertempat di Idi. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempat itu juga pada tahun 1980 berhasil ditamatkan pada tahun 1983.
Seperti dilansir salah satu nasional, Nektu usai tamatan SMA-nya ia merantau ke Negeri Jiran, Malaysia pada tahun 1984. Di tahun 1987, ia berangkat ke Timur Tengah, Tripoly, Libya untuk mengikuti jejak perjuangan dibawah Tgk Muhammad Hasan Di Tiro.
"Disana kami masuk Akademi Militer, berlatih lebih kurang 1 tahun 3 bulan," ujar Nektu. Ia mengatakan usai menunaikan latihan saat itu, kemudian ia terbang ke Malaysia lagi dan hanya beberapa hari saja, ia kembali ke Aceh membawa misi memperjuangkan Aceh Merdeka (AM) pada 1989.
Kisah perjuangan seorang Nektu memang patut dikenang. Namun, singkat cerita, atas berbagai tantangan yang dilaluinya ia berhasil didorong oleh masyarakat Aceh untuk menjadi wakil rakyat sejak tahun 2009 lalu hingga sekarang ia kembali terpilih.
Kerja keras Nektu menjadi bagian terpenting bagi masyarakat Aceh. Kini, masyarakat dan mahasiswa Aceh mulai angkat bicara. Ditengah-tengah kondisi politik berkembang, masyarakat berharap Nektu mampu menjadikan diri sebagai sosok yang profesional dalam menanggapi polemik politik saat ini.
"Kami menginkan ia tetap bertahan membela rakyat, membela kebenaran. Artinya ia sudah sangat layak menjadi ketua DPRA," kata Nurhammah, salah seorang perempuan yang berdomisili di Kabupaten Aceh Utara. Ia mwakili dari kaum perempuan Aceh.
Nurhamah mengatakan, alangkah kecewa masyarakat Aceh jika saja Nektu tidak menjadi ketua DPRA. "Saya mewakili aspirasi kaum hawa megharapkan beliau untuk jadi ketua DPRA, karena banyak hal yang ingin kami rampungkan terkait persoalan yang terjadi di masyarakat karena ia wakil rakyat yang benar-benar merakyat. Hal senada juga diutarakan oleh sejumlah mahasiswa Aceh. Para mahasiswa berharap sosok Nektu harus mengisi kursi ketua DPRA menggantikan Hasbi Abdullah.
Ketua Lembaga Acheh Future Razali Yusuf juga tak tinggal diam dalam menanggapi isu politik yang tengah berkembang saat ini. "Kita serahkan kepada masyarakat saja, yang jelas semua masyarakat Aceh sudah mengenal persis siapa itu Ridwan Abubakar. Tentu saja masyarakat Aceh sangat berharap sosok ketua DPRA yang mampu menyelesaikan permasalahan yang menyangkut dengan butir-butir MoU Helsinky," Ucapnya saat dimintai keterangan media ini melalui telepon selulernya. (Jamaluddin Idris)