Jakarta - "Bubur Manadonya satu ya, dibungkus," kata seorang perempuan berjilbab yang datang ke warung makanan Manado bercat biru di dalam lingkungan Kalibata City, Selasa (9/9/2014) malam. Tiba-tiba, Norman Kamaru yang kala itu tengah duduk di bangku depan warung, menjawab, "Buburnya sudah habis, adanya ayam woku dan cakalang suwir," kata Norman dengan fasih dan ramah kepada pelanggannya.
Norman Kamaru, sang mantan anggota Brimob daerah Gorontalo, itu kini menjadi pedagang bubur Manado, ayam woku, dan cakalang suwir. Warung kecil ini dibukanya bersama sang istri, Daisy Paindong di Tower Damar, Apartemen Kalibata City. "Baru tiga bulan bukanya, lumayanlah omzetnya buat memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Norman saat ditemui Kompas.com di warungnya, Selasa (9/9/2014).
Warungnya tak besar, tetapi terlihat menonjol dari warung lainnya karena bercat biru. Diterangi satu lampu neon besar, warungnya terlihat seperti warung-warung makan pada umumnya. Semua sisi dimanfaatkannya untuk meletakkan barang-barang keperluan warung. Etalase pemajang makanan, lemari es, dispenser, rak piring, wastafel, aneka kopi dan minuman instan sachet, sampai kaleng kerupuk semua ada di warungnya. Empat buah meja makan lipat dengan empat kursi makan di setiap mejanya diletakkan di luar warung, tak cukup jika diletakkan di dalam warung.
Norman berkisah, sejak dipecat dan tawaran shooting sepi, ia "memutar otak" untuk mencari penghasilan tambahan demi menyambung hidup di Jakarta. Awalnya, ia berencana membuka sebuah butik pakaian, tetapi sang istri menolak. "Kata istri saya, di Manado kan sudah buka butik, di sini jangan butik lagi," ujar Norman menirukan sang istri.
Usaha makanan Manado pun jadi pilihan mereka dengan pertimbangan sekaligus menyalurkan hobi memasaknya. Sambil sesekali mengisap rokoknya, Norman tak malu mengatakan kalau ia sangat suka memasak. Semua masakan yang ada di J&J Cafe miliknya adalah rasil racikan tangannya.
Tak hanya memasak, Norman bahkan pergi berbelanja ke pasar sendiri untuk membeli sayur dan ayam, ikan, dan bumbu lainnya. Ini dilakukannya setiap hari, setiap pagi. Bukannya sang istri tak mau membantu, tetapi tak sempat. Perempuan yang dipanggil Cici ini setiap harinya harus pergi bekerja di kantor perdagangan berjangka. "Tapi, setiap hari, dia juga selalu bawa makanan jualan ke kantornya. Alhamdulillah ada saja pesanan dari teman-teman kantornya," ungkap Norman.
Meski dihitung-hitung lebih banyak andil dalam mengelola warungnya, Norman tampak tak keberatan. Tak ada rasa iri atau kesal saat ia menunggui warung kecilnya yang terkadang panas, gerah, sedangkan istrinya pergi ke kantor yang suasananya sejuk, dingin. Ini terjadi karena ia tahu Cici akan segera pulang dan membantunya di warung.
Pergantian shift Norman-Cici dimulai setelah Cici pulang kantor. Dengan kehadiran Cici, Norman bisa sedikit bersantai dan merebahkan tubuhnya. Wajar jika ia merasa lelah karena warungnya buka nonstop 24 jam. "Buka 24 jam untungnya lebih besar daripada ada jam buka tutup," katanya. "Saya aja kalau tidur di warung, Mbak. Padahal, saya tinggal di tower apartemen situ. Itu juga cuma 1-2 jam aja. Pagi-pagi langsung ke pasar dan masak."
Dalam satu hari, Norman bisa memasak 2-3 kali agar etalase warungnya bisa terus memajang makanan yang mengundang selera pengunjung. Hanya, kini pekerjaannya bisa sedikit berkurang. Ia sudah punya dua pegawai. Dua pegawai ini tak hanya bertugas menjaga warung secara bergantian, tetapi memasak juga. "Kadang, rasa masakannya masih beda sama yang punya saya. Kalau dia yang masak, jadinya manis, padahal harusnya pedas," katanya sambil diikuti tawa. (kompas)