JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR, Khatibul Umam Wiranumeminta masyarakat untuk bersabar dan menunggu DPR dan pemerintah yang baru untuk menindaklanjuti pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB). Paripurna pengesahan DOB sempat tegang karena puluhan massa demonstrasi ricuh di Gedung DPR menuntut RUU ini segera disahkan.
Khatibul mengatakan, RUU DOB ini bersifat kumulatif terbuka. Artinya, bisa dibahas pada masa DPR dan pemerintah 2014-2019 tanpa harus dimulai pembahasannya dari awal.
"Imbauan saya, kita kan lagi berjuang agar 65+22 DOB yang diusulkan akan diteruskan pembahasan di periode yang akan datang. Bisa dibahas pasca pelantikan anggota DPR 1 Oktober bersamaJokowi-JK. Sambil memyiapkan non teknisnya, maka masyarakat diharapkan agar tenang dan akan diputuskan pada situasi yang lebih kondusif, aman dan tidak menimbulkan masalah," kata Khatibul di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/9).
Politikus Demokrat ini mengatakan, apa yang dilakukan oleh Komisi II DPR bukan membatalan pembahasan, tapi penundaan. Dia menyebutkan, ditundanya pembahasan itu dikarenakan beberapa hal. Misalnya, dari sisi kesiapan daerah yang akan dimekarkan, tidak semuanya memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan kewilayahan.
"Setelah kita melakukan pembahasan yang 65 DOB, pemerintah melakukan kajian terhadap 65 DOB dengan Dewan Pertimbangan DOB. Dari 65 DOB yang diajukan DPR, 33 DOB itu dinyatakan memenuhi syarat administratif, teknis dan kewilayahan. Tapi masalah pemekaran tidak hanya masalah teknis kewilayahan dan administratif saja, tapi juga ada kajian yang bersifat strategis dan geopolitis," kata dia.
Dalam pembahasan selama pasca pilpres lalu, sebenarnya sudah mulai masuk nama-nama DOB mana yang sekedar layak, memenuhi standar UU 32/2004 dan PP 78/2005. Namun, kata dia, ketika diverifikasi satu persatu secara faktual, ada saja kekurangan-kekurangannya, ada yang belum melakukan pleno DPRD bersama bupati, ada yang belum memberikan aset yang seharusnya sudah diberikan.
Hal teknis di lapangan masih banyak masalah, kata dia, belum lagi ada situasi sosial politik di daerah yang diusulkan dimekarkan itu terjadi ketegangan antar masyarakat sebagian, tidak semua. Ada lagi yang memberikan ancaman-ancaman dalam pengertian kalau daerah A dimekarkan, maka kami akan melakukan gerakan-gerakan sosial.
"Situasi sosial politik ini yang cukup kita kuatir. Misalnya, di Sumatera Utara, ada dua asprisasi yang masuk, pertama pembentukan provinsi Nias dan pembentukan Provinsi Tapanuli Utara," ujarnya.
Ada juga, tutur dia, desakan untuk mengesahkan RUU DOB sekarang ini tak lain karena ada ketakutan dari masyarakat terhadap UU Pemda yang baru ini karena UU baru revisi 32/2004 tentang Pemda lebih ketat dalam menyeleksi DOB, misalnya menjadi daerah persiapan selama 3 tahun. Akibatnya, daerah merasa ketakutan dan RUU ini harus disahkan sekarang, padahal tidak mungkin 65 itu dimekarkan.
Pemerintah dari sisi keuangan tidak sanggup, pemerintah hanya sanggup menurut Dirjen Kemenkeu hanya untuk 5 daerah baru. Itu kesanggupan pemerintah pusat.
"Suatu daerah diberikan kesempatan selama 3 tahun tanpa mendapat Dana Alokasi Umum (DAU) atau anggaran dari pusat dan itu jauh lebih berat. Pemekaran itu betul-betul terjadi secara fisik siap di lapangan, nanti akan dinilai apakah layak jadi DOB atau tidak. Atas hal yang demikian itu, kita memutuskan agar supaya ada keadilan, maka dilakukan penundaan pembahasan," pungkasnya.
Paripurna DPR memang membawah RUU tentang DOB ke paripurna hari ini. Namun batal dilaksanakan, karena mendapat banyak penolakan dari seluruh fraksi.
Sementara itu, aksi demo dari sejumlah elemen masyarakat menuntut agar RUU ini segera disahkan. Sehingga paripurna melakukan lobi untuk kembali membahas hal ini hingga besok. (merdeka)
Khatibul mengatakan, RUU DOB ini bersifat kumulatif terbuka. Artinya, bisa dibahas pada masa DPR dan pemerintah 2014-2019 tanpa harus dimulai pembahasannya dari awal.
"Imbauan saya, kita kan lagi berjuang agar 65+22 DOB yang diusulkan akan diteruskan pembahasan di periode yang akan datang. Bisa dibahas pasca pelantikan anggota DPR 1 Oktober bersamaJokowi-JK. Sambil memyiapkan non teknisnya, maka masyarakat diharapkan agar tenang dan akan diputuskan pada situasi yang lebih kondusif, aman dan tidak menimbulkan masalah," kata Khatibul di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/9).
Politikus Demokrat ini mengatakan, apa yang dilakukan oleh Komisi II DPR bukan membatalan pembahasan, tapi penundaan. Dia menyebutkan, ditundanya pembahasan itu dikarenakan beberapa hal. Misalnya, dari sisi kesiapan daerah yang akan dimekarkan, tidak semuanya memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan kewilayahan.
"Setelah kita melakukan pembahasan yang 65 DOB, pemerintah melakukan kajian terhadap 65 DOB dengan Dewan Pertimbangan DOB. Dari 65 DOB yang diajukan DPR, 33 DOB itu dinyatakan memenuhi syarat administratif, teknis dan kewilayahan. Tapi masalah pemekaran tidak hanya masalah teknis kewilayahan dan administratif saja, tapi juga ada kajian yang bersifat strategis dan geopolitis," kata dia.
Dalam pembahasan selama pasca pilpres lalu, sebenarnya sudah mulai masuk nama-nama DOB mana yang sekedar layak, memenuhi standar UU 32/2004 dan PP 78/2005. Namun, kata dia, ketika diverifikasi satu persatu secara faktual, ada saja kekurangan-kekurangannya, ada yang belum melakukan pleno DPRD bersama bupati, ada yang belum memberikan aset yang seharusnya sudah diberikan.
Hal teknis di lapangan masih banyak masalah, kata dia, belum lagi ada situasi sosial politik di daerah yang diusulkan dimekarkan itu terjadi ketegangan antar masyarakat sebagian, tidak semua. Ada lagi yang memberikan ancaman-ancaman dalam pengertian kalau daerah A dimekarkan, maka kami akan melakukan gerakan-gerakan sosial.
"Situasi sosial politik ini yang cukup kita kuatir. Misalnya, di Sumatera Utara, ada dua asprisasi yang masuk, pertama pembentukan provinsi Nias dan pembentukan Provinsi Tapanuli Utara," ujarnya.
Ada juga, tutur dia, desakan untuk mengesahkan RUU DOB sekarang ini tak lain karena ada ketakutan dari masyarakat terhadap UU Pemda yang baru ini karena UU baru revisi 32/2004 tentang Pemda lebih ketat dalam menyeleksi DOB, misalnya menjadi daerah persiapan selama 3 tahun. Akibatnya, daerah merasa ketakutan dan RUU ini harus disahkan sekarang, padahal tidak mungkin 65 itu dimekarkan.
Pemerintah dari sisi keuangan tidak sanggup, pemerintah hanya sanggup menurut Dirjen Kemenkeu hanya untuk 5 daerah baru. Itu kesanggupan pemerintah pusat.
"Suatu daerah diberikan kesempatan selama 3 tahun tanpa mendapat Dana Alokasi Umum (DAU) atau anggaran dari pusat dan itu jauh lebih berat. Pemekaran itu betul-betul terjadi secara fisik siap di lapangan, nanti akan dinilai apakah layak jadi DOB atau tidak. Atas hal yang demikian itu, kita memutuskan agar supaya ada keadilan, maka dilakukan penundaan pembahasan," pungkasnya.
Paripurna DPR memang membawah RUU tentang DOB ke paripurna hari ini. Namun batal dilaksanakan, karena mendapat banyak penolakan dari seluruh fraksi.
Sementara itu, aksi demo dari sejumlah elemen masyarakat menuntut agar RUU ini segera disahkan. Sehingga paripurna melakukan lobi untuk kembali membahas hal ini hingga besok. (merdeka)