Lintasatjeh.com - Kendatipun enam Warga desa Alue Dama, H Rusli Usman, Muhammad, Abdullah, M Kasem A, Basri A Gani dan A. Manan bersikeras enggan menerima kompensasi dang anti rugi harga tanah penarikan kabel transmisi 150 V Gardu Induk PLN Pantonlabu – incomer Desa Rambong Dalam, Cot Arad an Alue Dama, PLN komitmen masalah itu telah kelar.
“Perkara kompensasi harga tanah, ganti rugi bangunan dan tumbuh-tumbuhan para penggugat sudah selesai, Pengdilan Negeri (PN) Lhoksukon telah memutuskan perkara itu, karena PN tidak memiliki wewenang menyediliki perkara itu," kata Ridwan selaku berkapasitas sebagai pengawal PLN Unit Pembangunan II, Medan, PT PLN Persero Indonesia.
Menurutnya, perkara pembebasan harga tanah tersebut telah ditentukan sebelumnya secara musyawarah dengan berbagai pihak yang terlibat baik PLN Persero, pemerintah, keamanan dan para pemilik tanah selaku penerima kompensasi.
“Pembangunan atau penarikan kabel trasmisi itu bukan milik PLN, tapi milik masyarakat, kita disini hanya menjalankan tugas. Begitu juga terkait penentuan harga ganti rugi, itu sudah standar nasional dan yang melaksanakan tugas penentuan harga bukan kita PLN, namun tim Appraisai, sebuah tim bentukan emerintah yang terpecaya,” jelas Ridwan, Kamis malam (7/8) melalui selularnya.
“Saya rasa harga tersebut lebih tinggi dibandingkan standarisasi daerah, cuma beberaa orang saja yang tidak mau menerima yang lain kan sudah menerima. Nah, kenapa bisa beberapa orang ini menentang harga?,” tambahnya.
Saat ini lanjutnya, perkara menyangkut pembebasan tanah, ganti rugi bangunan dan tumbuh-tumbuhan telah selesai dan sejumlah pembayaran terhadap warga yang juga para penggugat telah dititipkan melalui Pengadilan Negeri Lhoksukon. “Pembangunannya pun telah rampung dikerjakan, hanya menunggu peresmiannya saja,” pungkas Ridwan. (LA/BL)
“Perkara kompensasi harga tanah, ganti rugi bangunan dan tumbuh-tumbuhan para penggugat sudah selesai, Pengdilan Negeri (PN) Lhoksukon telah memutuskan perkara itu, karena PN tidak memiliki wewenang menyediliki perkara itu," kata Ridwan selaku berkapasitas sebagai pengawal PLN Unit Pembangunan II, Medan, PT PLN Persero Indonesia.
Menurutnya, perkara pembebasan harga tanah tersebut telah ditentukan sebelumnya secara musyawarah dengan berbagai pihak yang terlibat baik PLN Persero, pemerintah, keamanan dan para pemilik tanah selaku penerima kompensasi.
“Pembangunan atau penarikan kabel trasmisi itu bukan milik PLN, tapi milik masyarakat, kita disini hanya menjalankan tugas. Begitu juga terkait penentuan harga ganti rugi, itu sudah standar nasional dan yang melaksanakan tugas penentuan harga bukan kita PLN, namun tim Appraisai, sebuah tim bentukan emerintah yang terpecaya,” jelas Ridwan, Kamis malam (7/8) melalui selularnya.
“Saya rasa harga tersebut lebih tinggi dibandingkan standarisasi daerah, cuma beberaa orang saja yang tidak mau menerima yang lain kan sudah menerima. Nah, kenapa bisa beberapa orang ini menentang harga?,” tambahnya.
Saat ini lanjutnya, perkara menyangkut pembebasan tanah, ganti rugi bangunan dan tumbuh-tumbuhan telah selesai dan sejumlah pembayaran terhadap warga yang juga para penggugat telah dititipkan melalui Pengadilan Negeri Lhoksukon. “Pembangunannya pun telah rampung dikerjakan, hanya menunggu peresmiannya saja,” pungkas Ridwan. (LA/BL)