Lintas Atjeh - Rakyat Aceh, meminta orang-orang yang bersangkutan atau pihak-pihak penengah dalam menangani perdamaian RI - GAM sesuai nota kesepahaman MoU Helsinky harus bertanggungjawab. Pasalnya, sejak tahun 2005 silah atau sudah 9 tahun perdamaian Aceh namun belum ada kejelasan tentang realisasi implementasi MoU tersebut.
Kepada pihak-pihak penengah, rakyat Aceh berharap agar masalah urusan MoU Helsinky diselesaikan sesuai perjanjian. Dalam hal ini, rakyat Aceh sangat menginginkan adanya hal yang baik setelah perdamaian antara RI - GAM di Helsinky, Finlandia. Artinya, rakyat Aceh tidak ingin ada sesuatu dibalik MoU tersebut.
Tak sedikit rakyat yang mengeluh tentang persoalan ini. Sejak hari pertama pada peringatan MoU Helsinky yang ke 9 yaitu hari Jum'at (15/08/2014) kemarin, hingga sekarang mereka masih menyampaikan keluhan dan kritikan lewat berbagai jaringan, termasuk salah satu diantara melalui koordinator Lembaga Acheh Future disetiap daerah kabupaten / kota.
Menanggapi hal tersebut, sesuai aspirasi rakyat Aceh yang mereka terima belum lama ini, Acheh Future menduga ada sesuatu yang tidak jelas ditubuh MoU Helsinky. "Yang diinginkan rakyat Aceh adalah realisasi MoU, UUPA sesuai janji. Jika saja terjadi konflik jilid ke II, maka tidak ada lagi yang bertanggung jawab nanti," kata Ketua Acheh Future Razali Yusuf sesuai apa yang disampaikan rakyat Aceh dari 23 kabupaten/Kota.
"Lembaga kami sering menjadi penengah dalam mendamaikan masyarakat yang terjadi salah paham sehinga ada pihak yang dirugikan. Contohnya si A bertikai dengan si B dan disaat kami mendamaikan mereka si B harus membayar ganti rugi terhadap si A, bila si B tidak menepati janjinya, maka si A tidak menagih pada si B, tetapi si A datang ke lembaga kami, dan Alhamdhulillah selesai," tutur pria yang akrab disapa CekLi.
Bila terjadi konflik jilid II di Aceh, sambung CekLi, pihak-pihak yang mendamaikan Aceh harus bertanggung jawab dan jangan mengambil keuntungan dari darah orang Aceh. Demikian yang disampaikan Cek Li. [Sulaiman Amin]
Kepada pihak-pihak penengah, rakyat Aceh berharap agar masalah urusan MoU Helsinky diselesaikan sesuai perjanjian. Dalam hal ini, rakyat Aceh sangat menginginkan adanya hal yang baik setelah perdamaian antara RI - GAM di Helsinky, Finlandia. Artinya, rakyat Aceh tidak ingin ada sesuatu dibalik MoU tersebut.
Tak sedikit rakyat yang mengeluh tentang persoalan ini. Sejak hari pertama pada peringatan MoU Helsinky yang ke 9 yaitu hari Jum'at (15/08/2014) kemarin, hingga sekarang mereka masih menyampaikan keluhan dan kritikan lewat berbagai jaringan, termasuk salah satu diantara melalui koordinator Lembaga Acheh Future disetiap daerah kabupaten / kota.
Menanggapi hal tersebut, sesuai aspirasi rakyat Aceh yang mereka terima belum lama ini, Acheh Future menduga ada sesuatu yang tidak jelas ditubuh MoU Helsinky. "Yang diinginkan rakyat Aceh adalah realisasi MoU, UUPA sesuai janji. Jika saja terjadi konflik jilid ke II, maka tidak ada lagi yang bertanggung jawab nanti," kata Ketua Acheh Future Razali Yusuf sesuai apa yang disampaikan rakyat Aceh dari 23 kabupaten/Kota.
"Lembaga kami sering menjadi penengah dalam mendamaikan masyarakat yang terjadi salah paham sehinga ada pihak yang dirugikan. Contohnya si A bertikai dengan si B dan disaat kami mendamaikan mereka si B harus membayar ganti rugi terhadap si A, bila si B tidak menepati janjinya, maka si A tidak menagih pada si B, tetapi si A datang ke lembaga kami, dan Alhamdhulillah selesai," tutur pria yang akrab disapa CekLi.
Bila terjadi konflik jilid II di Aceh, sambung CekLi, pihak-pihak yang mendamaikan Aceh harus bertanggung jawab dan jangan mengambil keuntungan dari darah orang Aceh. Demikian yang disampaikan Cek Li. [Sulaiman Amin]