Lintas Atjeh - Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung batal memecat hakim Pengadilan Negeri Andolo, Sulawesi Tenggara Budi Santoso atas, dugaan menerima uang Rp 5 juta dari Ketua Camat Moramo, James. Majelis hakim yang dipimpin Wakil Ketua KY Abbas Said justru menjatuhkan sanksi non-palu dan pencabutan remunerasi selama enam bulan. Sanksi ini juga akan turut menunda promosi atau kenaikan jabatan Budi.
"Majelis tak bisa menjatuhkan vonis tanpa bukti. Memang tak ada saksi yang melihat transaksi uang," kata anggota Majelis Kehormatan Hakim, Imam Anshori saat dihubungi, Selasa 12 Agustus 2014. (Baca: Kelabui Keluarga, Hakim Selingkuh Palsukan KTP)
Imam mengakatakan Majelis melihat ada kejanggalan tuduhan yang dijatuhkan kepada Budi. Menurut majelis, peristiwa suap terjadi di ruang karaoke yang dihadiri James, Budi dan istrinya. Pada saat itu, posisi duduk James dan Budi berjarak dua kursi, sehingga dianggap tak mungkin melakukan transaksi uang secara diam-diam.
"Selain itu, vonis James yang terkena kasus kekerasan juga tidak berubah. Sesuai dakwaan yaitu penjara lima bulan. Jadi tak memberatkan dugaan Budi terima uang," kata Imam. (Baca:Hakim Selingkuh karena Dimutasi Sembarangan?)
Ketua KY Bidang Rekrutmen Taufiqurahman Syahuri kecewa terhadap putusan majelis sidang kehormatan. Sebagai penyidik dan pengaju rekomendasi pemecatan, ia menilai ada bukti yang jelas bahwa Budi telah menerima uang dari James. Pelaporan oleh James, menurut dia, terjadi karena kekecewan telah menyuap tetapi Budi tak dapat memberikan vonis bebas.
"Sepertinya James hanya menyuap Budi, tetapi putusan kan diambil majelis yang berjumlah tiga hakim," kata Taufiqurahman.
Meski berbeda, Taufiqurahman dan Imam sepakat Budi telah melanggar kode etik dan perilaku hakim karena menerima dan berhubungan dengan pihak berperkara, James. Budi bertemu James sebanyak lima kali, satu kali di tempat karaoke dan empat kali di rumah. "Uang itu tidak diberikan melalui tangan, tetapi langsung dimasukan James ke tas Budi di tempat karaoke," kata Taufiqurahman.
Meski demikian, menurut dia, peristiwa suap terjadi sebelum pemerintah memberikan remunerasi (tunjangan khusus kinerja) untuk hakim. Menurut Imam dan Taufiqurahman, setelah adanya remunerasi terjadi penurunan drastis jumlah hakim yang menerima suap atau korupsi. Remunerasi berkisar dari Rp 8,5 juta hingga Rp 40 juta per bulan membuat hakim tak lagi mencari cara menambah pundi penghasilan.
"Saya tak bisa terlalu menyimpulkan, tapi setelah remunerasi kasus perselingkuhan meningkat," kata dia.
"Majelis tak bisa menjatuhkan vonis tanpa bukti. Memang tak ada saksi yang melihat transaksi uang," kata anggota Majelis Kehormatan Hakim, Imam Anshori saat dihubungi, Selasa 12 Agustus 2014. (Baca: Kelabui Keluarga, Hakim Selingkuh Palsukan KTP)
Imam mengakatakan Majelis melihat ada kejanggalan tuduhan yang dijatuhkan kepada Budi. Menurut majelis, peristiwa suap terjadi di ruang karaoke yang dihadiri James, Budi dan istrinya. Pada saat itu, posisi duduk James dan Budi berjarak dua kursi, sehingga dianggap tak mungkin melakukan transaksi uang secara diam-diam.
"Selain itu, vonis James yang terkena kasus kekerasan juga tidak berubah. Sesuai dakwaan yaitu penjara lima bulan. Jadi tak memberatkan dugaan Budi terima uang," kata Imam. (Baca:Hakim Selingkuh karena Dimutasi Sembarangan?)
Ketua KY Bidang Rekrutmen Taufiqurahman Syahuri kecewa terhadap putusan majelis sidang kehormatan. Sebagai penyidik dan pengaju rekomendasi pemecatan, ia menilai ada bukti yang jelas bahwa Budi telah menerima uang dari James. Pelaporan oleh James, menurut dia, terjadi karena kekecewan telah menyuap tetapi Budi tak dapat memberikan vonis bebas.
"Sepertinya James hanya menyuap Budi, tetapi putusan kan diambil majelis yang berjumlah tiga hakim," kata Taufiqurahman.
Meski berbeda, Taufiqurahman dan Imam sepakat Budi telah melanggar kode etik dan perilaku hakim karena menerima dan berhubungan dengan pihak berperkara, James. Budi bertemu James sebanyak lima kali, satu kali di tempat karaoke dan empat kali di rumah. "Uang itu tidak diberikan melalui tangan, tetapi langsung dimasukan James ke tas Budi di tempat karaoke," kata Taufiqurahman.
Meski demikian, menurut dia, peristiwa suap terjadi sebelum pemerintah memberikan remunerasi (tunjangan khusus kinerja) untuk hakim. Menurut Imam dan Taufiqurahman, setelah adanya remunerasi terjadi penurunan drastis jumlah hakim yang menerima suap atau korupsi. Remunerasi berkisar dari Rp 8,5 juta hingga Rp 40 juta per bulan membuat hakim tak lagi mencari cara menambah pundi penghasilan.
"Saya tak bisa terlalu menyimpulkan, tapi setelah remunerasi kasus perselingkuhan meningkat," kata dia.
November 2013, KY dan MA memecat hakim Pengadilan Negeri Jombang Vica Natalia karena berselingkuh dengan advokat. Februari 2013, hakim Pengadilan Tinggi Medan Adria Dwi Afianti dimutasi non-palu karena berselingkuh dengan seorang polisi. Sanksi serupa juga dijatuhkan pada hakim Pengadilan Negeri Ternate Reza Latuconsina pada Maret 2014.
Pada bulan yang sama, KY dan MA memecat dua hakim yang menjadi pasangan selingkuh yaitu hakim Pengadilan Agama Tebo Mastuhi dan hakim Pengadilan Negeri Tebo Elsadela. "Bulan ini ada satu hakim yang akan dibawa ke MKH karena selingkuh dengan teman lama," kata Imam.
Juru bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, membenarkan adanya peningkatan kasus selingkuh yang dilakukan hakim setelah adanya remunerasi. Dia mengklaim MA serius untuk memberantas hakim yang menerima suap atau terlibat korupsi. MA, kata dia, juga sudah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk proses pidana para hakim tersebut. "Penyuapan hakim akan dinon-aktifkan sementara atau dicopot, kemudian dibawa ke MKH," kata Ridwan. [By TEMPO.CO]
Pada bulan yang sama, KY dan MA memecat dua hakim yang menjadi pasangan selingkuh yaitu hakim Pengadilan Agama Tebo Mastuhi dan hakim Pengadilan Negeri Tebo Elsadela. "Bulan ini ada satu hakim yang akan dibawa ke MKH karena selingkuh dengan teman lama," kata Imam.
Juru bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, membenarkan adanya peningkatan kasus selingkuh yang dilakukan hakim setelah adanya remunerasi. Dia mengklaim MA serius untuk memberantas hakim yang menerima suap atau terlibat korupsi. MA, kata dia, juga sudah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk proses pidana para hakim tersebut. "Penyuapan hakim akan dinon-aktifkan sementara atau dicopot, kemudian dibawa ke MKH," kata Ridwan. [By TEMPO.CO]