Lintasatjeh.com -Enam warga asal Desa Alue Dama, Kec. Baktiya, Kab. Aceh Utara bersikeras enggan menerima kompensasi harga tanah berikut isinya dari pihak Unit Pembangunan II Medan, PT PLN (Persero) Indonesia terkait penarikan kabel transmisi 150 V Gardu Induk Pantonlabu yang telah dititipkan melalui Pengadilan Negeri Lhoksukon.
Transmisi kabel tersebut menghubungkan Gardu Induk PLN Panton Labu - Incomer Desa Rambong Dalam, Alue Dama dan Cot Ara kecamatan setempat sepanjang jalur SUTT 150 kV. Masyarakat tersebut yaitu H Rusli Usman, Muhammad, Abdullah, M Kasem A, Basri dan A. Manan mengecam keras dengan mengatakan, warga Desa Alue Dama tidak pernah diikut sertakan dalam rapat musyawarah yang diselenggarakan oleh PT. PLN Persero yang bertempat di kantor Camat yang bersangkutan.
“Kami tidak pernah dipanggil dalam rapat musyawarah pembebasan juga penentuan kompensasi harga tanah, yang ada Cuma masyarakat Desa Rambong Dalam dan Cot Ara. Bahkan masyarakat pemilik tanah tapak tower pihak PLN mendatangi mereka dengan cara door to door, namun setelah itu tower didirikan kami baru dipanggil, itupun setelah adanya teguran,” ungkap A Manan kepada Beritalima.com yang juga di damping oleh Ketua Lembaga Acheh Future, Razali Yusuf baru-baru ini.
Selama delapan bulan mengikuti masa persidangan sehingga gugatan warga desa terkait ditolak oleh PN Lhoksukon atas dasar Kasasi atau Duplik yang diajukan PT PLN Persero yang menyebutkan PN Lhoksukon tidak memiliki kewenangan mengadili perkara tersebut.
“Dalam hal gugatan ini pihak PLN mengatakan tidak pernah terlibat dalam penentuan harga, melainkan ketentuan tim yang hingga saat ini belum kami ketahui, sementara itu yang memanggil kami tidak ada pihak lain selain PLN dan meraka memutuskan harga kompensasi itu secara sepihak dengan harga Rp. 42.000,- dan ditambah Rp. 5.000 dari uang kontraktor pelaksana proyek, kata Pak Rizwan (pihak PLN-red) kepada kami,” timpal M Kasem.
“Kendati seharga tersebut tidak kami terima, pembangunan itu tetap akan dilanjutkan. Sebagaiman surat yang disampaikan ke kami yang berbunyi pengawalan ketat oleh kawalan pihak keamanan,” tukas Basri.
Empat kali Duplik tergugat I dan tergugat II diterima oleh PN Lhoksukon sebagaimana berkas yang ditampilkan oleh para penggugat kasus perkara nomor 23/Pdt.G/2013/PN-Lsk. Antaranya Duplik pertama dari Direksi PT PLN Persero tanggal 02 Juni 2014, tergugat I tanggal 04 Juni 2014, tergugat II 04 Juni 2014 dan Duplik tergugat II tanggal 02 Juli 2014. Dalam duplik tersebut tergugat mengeluarkan pernyataan yang serupa.
Dalam eksepsinya tergugat menolak eksepsi para penggugat untuk seluruhnya dan menyatakan Pengadilan Negeri Lhoksukon tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa dalam perkara tersebut. Dalam Provisinya menyebutkan menolak permohonan provisi yang diajukan para penggugat, sementara itu dalam pokok perkara menolak replik para penggugat, menolak gugatan para penggugat dalam gugatan perkara tanggal 24 Desember 2013 lalu, serta menghukum para penggugat untuk membayar semua biaya yang timbul akibat perkara.
&n bsp; &nb sp;
Butir dalam Eksepsi ketiga mengatakan, “Bahwa dalam hal ini, dapat tergugat II jelaskan bahwa dalam menentukan nilai pembayaran kompensasi tanah, bangunan dan ganti rugi tumbuh-tumbuhan karena untuk penarikan kabel listrik untuk pembangunan T/L 150 V Pantonlabu – Incomer yang berada dan melintasi tanah, bangunan dan tumbuh-tumbuhan milik para penggugat tersebut, bukanlah milik tergugat II yang menilai dan menentukannya, melainkan hasil dari Tim Appraisal dari kantor Jasa Penilai Publik Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun & Rekan (mhprn) yang beramat di Kantor Cabang Medan, Ira Building Lantai 1, Jalan Cactus Raya Blok J Nomor 1 komplek Tasbih Medan, yang menilai kompensasi tanah, bangunan dan ganti rugi tumbuh-tumbuhan untuk pembangunan T/L 150 kV Pantonlabu – Incomer yang berada dan melintasi tanah, bangunan dan tumbuh-tumbuhan milik para penggugat,” demikian isi Duplik tanggal 02 Juli 2014 kemarin sebagaimana disampaikan oleh para penggugat kepada wartawan.
Atas pernyataan tim appraisal tersebut, warga membantah pernah dipertemukan oleh Unit Pembangunan II, Medan PT PLN Persero Indonesia dengan mereka. “Tidak pernah kami ketahui adanya tim tersebut, nama mereka hadir disaat gugatan kita diterima oleh PN Lhoksukon dan sampai saat ini kami belum pernah menjumpai tim tersebut” jelas A Manan didamingi juga M Kasem dan Basri.
“Kami sekarang sudah tidak tau harus mendapatkan keadilan, dimana harta kami yang telah dirampas dan hak-hak kami telah di ‘perkosa,, maka kami ingin mendapatkan perlindungan hukum selaku warga Negara yang baik,” katanya. [LA/BL]
Transmisi kabel tersebut menghubungkan Gardu Induk PLN Panton Labu - Incomer Desa Rambong Dalam, Alue Dama dan Cot Ara kecamatan setempat sepanjang jalur SUTT 150 kV. Masyarakat tersebut yaitu H Rusli Usman, Muhammad, Abdullah, M Kasem A, Basri dan A. Manan mengecam keras dengan mengatakan, warga Desa Alue Dama tidak pernah diikut sertakan dalam rapat musyawarah yang diselenggarakan oleh PT. PLN Persero yang bertempat di kantor Camat yang bersangkutan.
“Kami tidak pernah dipanggil dalam rapat musyawarah pembebasan juga penentuan kompensasi harga tanah, yang ada Cuma masyarakat Desa Rambong Dalam dan Cot Ara. Bahkan masyarakat pemilik tanah tapak tower pihak PLN mendatangi mereka dengan cara door to door, namun setelah itu tower didirikan kami baru dipanggil, itupun setelah adanya teguran,” ungkap A Manan kepada Beritalima.com yang juga di damping oleh Ketua Lembaga Acheh Future, Razali Yusuf baru-baru ini.
Selama delapan bulan mengikuti masa persidangan sehingga gugatan warga desa terkait ditolak oleh PN Lhoksukon atas dasar Kasasi atau Duplik yang diajukan PT PLN Persero yang menyebutkan PN Lhoksukon tidak memiliki kewenangan mengadili perkara tersebut.
“Dalam hal gugatan ini pihak PLN mengatakan tidak pernah terlibat dalam penentuan harga, melainkan ketentuan tim yang hingga saat ini belum kami ketahui, sementara itu yang memanggil kami tidak ada pihak lain selain PLN dan meraka memutuskan harga kompensasi itu secara sepihak dengan harga Rp. 42.000,- dan ditambah Rp. 5.000 dari uang kontraktor pelaksana proyek, kata Pak Rizwan (pihak PLN-red) kepada kami,” timpal M Kasem.
“Kendati seharga tersebut tidak kami terima, pembangunan itu tetap akan dilanjutkan. Sebagaiman surat yang disampaikan ke kami yang berbunyi pengawalan ketat oleh kawalan pihak keamanan,” tukas Basri.
Empat kali Duplik tergugat I dan tergugat II diterima oleh PN Lhoksukon sebagaimana berkas yang ditampilkan oleh para penggugat kasus perkara nomor 23/Pdt.G/2013/PN-Lsk. Antaranya Duplik pertama dari Direksi PT PLN Persero tanggal 02 Juni 2014, tergugat I tanggal 04 Juni 2014, tergugat II 04 Juni 2014 dan Duplik tergugat II tanggal 02 Juli 2014. Dalam duplik tersebut tergugat mengeluarkan pernyataan yang serupa.
Dalam eksepsinya tergugat menolak eksepsi para penggugat untuk seluruhnya dan menyatakan Pengadilan Negeri Lhoksukon tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa dalam perkara tersebut. Dalam Provisinya menyebutkan menolak permohonan provisi yang diajukan para penggugat, sementara itu dalam pokok perkara menolak replik para penggugat, menolak gugatan para penggugat dalam gugatan perkara tanggal 24 Desember 2013 lalu, serta menghukum para penggugat untuk membayar semua biaya yang timbul akibat perkara.
&n bsp; &nb sp;
Butir dalam Eksepsi ketiga mengatakan, “Bahwa dalam hal ini, dapat tergugat II jelaskan bahwa dalam menentukan nilai pembayaran kompensasi tanah, bangunan dan ganti rugi tumbuh-tumbuhan karena untuk penarikan kabel listrik untuk pembangunan T/L 150 V Pantonlabu – Incomer yang berada dan melintasi tanah, bangunan dan tumbuh-tumbuhan milik para penggugat tersebut, bukanlah milik tergugat II yang menilai dan menentukannya, melainkan hasil dari Tim Appraisal dari kantor Jasa Penilai Publik Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun & Rekan (mhprn) yang beramat di Kantor Cabang Medan, Ira Building Lantai 1, Jalan Cactus Raya Blok J Nomor 1 komplek Tasbih Medan, yang menilai kompensasi tanah, bangunan dan ganti rugi tumbuh-tumbuhan untuk pembangunan T/L 150 kV Pantonlabu – Incomer yang berada dan melintasi tanah, bangunan dan tumbuh-tumbuhan milik para penggugat,” demikian isi Duplik tanggal 02 Juli 2014 kemarin sebagaimana disampaikan oleh para penggugat kepada wartawan.
Atas pernyataan tim appraisal tersebut, warga membantah pernah dipertemukan oleh Unit Pembangunan II, Medan PT PLN Persero Indonesia dengan mereka. “Tidak pernah kami ketahui adanya tim tersebut, nama mereka hadir disaat gugatan kita diterima oleh PN Lhoksukon dan sampai saat ini kami belum pernah menjumpai tim tersebut” jelas A Manan didamingi juga M Kasem dan Basri.
“Kami sekarang sudah tidak tau harus mendapatkan keadilan, dimana harta kami yang telah dirampas dan hak-hak kami telah di ‘perkosa,, maka kami ingin mendapatkan perlindungan hukum selaku warga Negara yang baik,” katanya. [LA/BL]