JAKARTA - Senator Aceh DPD RI H. Fachrul Razi, MIP, melayangkan surat pada tanggal 1 Februari 2018 kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian, PhD, guna memberikan penjelasan atas tindakan yang dilakukan oleh Kapolres Aceh Utara, AKBP Untung Sangaji.
Dalam surat tersebut, Senator Aceh Fachrul Razi memberikan dukungan penuh kepada Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji yang telah menegakkan hukum positif dan memperhatikan keistimewaan di Aceh.
"Tindakan ini kami beri apresiasi penuh dan dukungan yang luar biasa atas tindakan Kapolres Utara yang telah melakukan tindakan yang berani dalam menegakkan hukum, bukan hanya hukum positif tapi juga pembuktian terhadap pelaksanaan keistimewaan Syariat Islam di Aceh," tegasnya.
Fachrul Razi mengatakan bahwa tindakan Kapolres Aceh Utara juga sesuai dengan UU Kepolisian No. 2 tahun 2002 Pasal 15 poin C dan D yang berbunyi bahwa wewenang Polisi adalah mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat dan mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa.
Fachrul Razi mengatakan bahwa kehadiran LGBT di Aceh bertentangan dengan 2 UU besar di Aceh dan Qanun Syariat Islam di Aceh. Pertama, dengan UU No. 44 tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh, dan kedua UU No 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun No 8 Tahun 2014 tentang Pokok Pokok Syariat Islam.
Dalam UU No 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh ditegaskan dalam Pasal 3 bahwa Keistimewaan merupakan pengakuan dari bangsa Indonesia yang diberikan kepada Daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat yang tetap dipelihara secara turun temurun sebagai landasan spiritual, moral, dan kemanusiaan.
Dijelaskannya, dan ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa Penyelenggaraan kehidupan beragama di Daerah diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat. Sementara dalam ayat (2) ditegaskan bahwa Daerah mengembangkan dan mengatur penyelenggaraan kehidupan beragama. Yang dimaksud dengan mengembangkan dan mengatur penyelenggaraan kehidupan beragama adalah mengupayakan dan membuat kebijakan Daerah untuk mengatur kehidupan masyarakat yang sesuai dengan ajaran Islam serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Disamping itu, pemeluk agama lain dijamin untuk melaksanakan ibadah agamanya sesuai dengan keyakinan masing-masing. Namun menurut Fachrul Razi, perilaku menyimpang seperti LGBT sangat bertentangan dengan UU ini.
Sementara itu dalam UUPA No 11 tahun 2006, Pasal 126 bahwa setiap pemeluk agama Islam di Aceh wajib menaati dan mengamalkan syari'at Islam. Dan setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib menghormati pelaksanaan syari'at Islam.
Dan dalam UUPA dijelaskan bahwa tugas kepolisian dalam pasal 204 adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan melaksanakan tugas lain sesuai UU.
Sementara itu, Fachrul Razi membantah bahwa tindakan Kapolres Aceh Utara telah melanggar HAM. Dirinya mengatakan bahwa dalam pasal 227 yang mengatur HAM di Aceh bahwa HAM juga menghargai Syariat Islam di Aceh. dan HAM di Aceh tidak mentolelir tindakan bertentangan dengan syari'at Islam seperti LGBT.
Masih menurut Fachrul Razi, tindakan Kapolres Aceh Utara juga sesuai dengan Qanun Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok Syariat Islam bahwa Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
"Kehadiran syariat Islam di Aceh adalah dalam rangka melindungi agama, jiwa, harta, akal, kehormatan, harkat, nasab, masyarakat. Dan ditegaskan dalam Pasal 7 bahwa setiap orang beragama Islam di Aceh wajib mentaati dan mengamalkan Syariat Islam. Serta setiap orang atau badan hukum yang berdomisili atau berada di Aceh wajib menghormati pelaksanaan Syariat Islam," urainya.
Dan keadaan di Aceh menurut Fachrul Razi berbeda dengan propinsi lainnya dimana setiap orang yang berada di Aceh wajib berperilaku sesuai dengan tuntunan akhlak islami. Tuntunan akhlak islami, menghormati dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, persaudaraan, kasih sayang, kesetaraan, penghormatan
sesama, dan mencegah kerusakan. dan terpenting dengan adanya Qanun Syariat Islam, setiap orang atau badan hukum yang berada di Aceh berkewajiban menjaga dan mentaati nilai-nilai kesopanan, kelayakan, dan kepatutan dalam pergaulan hidupnya.
"Dalam rapat kerja kedepan antara DPD RI dan Kapolri, kami akan meminta tanggapan jawaban Kapolri untuk mendukung Keistimewaan dan Syariat Islam di Aceh dan meminta kepada seluruh Kapolres di Aceh melakukan tindakan yang tegas dan belajar dari Aceh Utara terhadap kasus LGBT agar Aceh menjadi satu satu nya daerah di Indonesia yang tidak ada LGBT," tandas Senator DPD RI Asal Aceh, H. Fachrul Razi, MIP, Jum'at (02/02/2018).[*]