ACEH TAMIANG - LSM Gerakan Meusafat Peduli Untuk Rakyat (GEMPUR) merupakan salah satu lembaga sipil yang turut mendukung dan memberikan apresiasi terhadap keputusan Bupati Aceh Tamiang yang mencopot Yetno S.Pd dari jabatan Kepala Dinas Budaya, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Kadisbudparpora), karena terindikasi melakukan penyalahgunaan wewenang (korupsi_red).
Bahkan Yetno, sang oknum pejabat yang pernah heboh oleh pengakuannya sendiri sebagai 'ahli shalat' namun dikabarkan pada saat mengurus proyek stadion bola kaki Aceh Tamiang dengan memakai anggaran SPPD, ditambah dengan dana pungli dari para rekanan, dan hutang dari pihak ke tiga pernah 'masuk ke diskotik dengan mengandeng dua cewek nakal', sangat pantas dicalonkan sebagai warga binaan di lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Ironisnya, pengganti Yetno sebagai Kadisbudparpora Pemkab Aceh Tamiang yang dilantik oleh bupati pada tanggal 25 Februari 2016 kemarin adalah Syahri SP, seorang oknum abdi negara yang sebelumnya pernah dicopot dari Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Aceh Tamiang karena terindikasi melakukan sejumlah pelanggaran hukum.
Demikian diungkapkan oleh Ketua LSM Gerakan Meusafat Peduli Untuk Rakyat (GEMPUR), Mustafa Kamal kepada LintasAtjeh.com, Rabu (24/05/2017).
Menurut Mustafa, selama kepemimpinan Syahri SP, Disbudparpora (sekarang bernama Disparpora_red), belum menunjukkan tanda -tanda perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, malah berbagai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) terindikasi semakin tumbuh subur dan terkesan tidak pernah dihiraukan oleh Bupati Aceh Tamiang dan juga belum mendapat jeratan hukum dari pihak kepolisian maupun kejaksaan.
Dia juga menambahkan, selama ini banyak sekali indikasi permasalahan yang terus bermunculan di Disparpora Pemkab Aceh Tamiang namun diduga kuat bahwa masalah-masalah yang timbul tersebut tidak diselesaikan secara benar dengan berlandaskan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, bahkan kerab menimbulkan permasalahan baru yang ditengarai semakin memaksa Syahri beserta sejumlah oknum bawahannya untuk terus menipu, baik kepada sang pimpinan, maupun terhadap publik Aceh Tamiang.
Contohnya, terang Mustafa, pada tahun 2016 kemarin, pernah mencuat kabar tentang hilangnya 50 buah bola kaki dan 50 buah bola volly, juga 2 unit laptop, serta 1 unit infocus. Tapi anehnya, sebagai kadis, Syahri tidak pernah melaporkan tentang kejadian hilangnya sejumlah barang tersebut ke pihak kepolisian, sehingga memunculkan kesan dari publik bahwa selama ini Syahri ditengarai berupaya menutupi kejahatan 'penggelapan' sejumlah barang yang notabene bersumber dari anggaran yang disediakan oleh Negara.
Mustafa juga menuturkan, sikap Syahri yang berupaya menutupi hilangnya 50 buah bola kaki dan 50 buah bola volly, juga 2 unit laptop, serta 1 unit infocus (infocus telah dikembalikan oleh seorang oknum kabid_red), pasti akan menimbulkan permasalahan baru, seperti pembuatan laporan tentang penggunaan barang-barang yang hilang dengan cara rekayasa/pemalsuan. Termasuk upaya merekayasa/memalsukan sejumlah tanda tangan dari pihak-pihak terkait.
Harus dipahami bahwa membuat surat laporan dengan cara rekayasa/palsuan atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian pihak lain merupakan kejahatan yang melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 ayat (1) KUHP dengan ancaman kurungan 6 (enam) tahun penjara.
"Ketahuilah, sejumlah barang yang hilang di Disparpora Pemkab Aceh Tamiang pada tahun 2016 kemarin adalah harta negara, bukan milik pribadi Syahri. Oleh karena itu, sebagai upaya pertanggung jawaban terhadap Negara wajib hukum bagi Syahri untuk melaporkan kepada pihak kepolisian. Bila tidak, maka patut diduga kuat bahwa sebagai Kadisparpora Aceh Tamiang, Syahri telah melindungi maling harta Negara. Dan Syahri juga harus sadar bahwa cara penyelesaian yang dilakukannya selama ini ditengarai akan memunculkan sejumlah pelanggaran hukum yang akan menjerat dirinya sendiri," tutup Ketua LSM GEMPUR, Mustafa Kamal.
Sementara, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disparpora) Pemkab Aceh Tamiang, Syahri SP, saat dikonfirmasi LintasAtjeh.com melalui short message service (SMS) yang dikirim ke nomor telepon selulernya, balasan pertama menyampaikan bahwa dirinya mau berkunjung ke rumah orang tua laki-laki (Ayah) dan berjanji akan memberi penjelasan pada malam hari.
Kemudian, sekira pukul 22.01 WIB, kembali masuk pesan melalui sms dari Syahri dan memberikan keterangan bahwa benar telah terjadinya kehilangan sejumlah barang di Disparpora Pemkab Aceh Tamiang pada tahun 2016 lalu. Syahri mengaku belum membuat laporan ke pihak kepolisian.
Menurut keterangan dari Syahri, barang-barang yang hilang, seperti bola, sebagian sudah diganti. Dia berharap kepada pihak pelaku penggelapan barang-barang terseburt agar terbuka hatinya untuk mengembalikan. Bahkan Syahri menegaskan, bila tahun ini (2017) tidak juga dikembalikan maka selaku pimpinan dirinya siap untuk bertanggung jawab
Namun, ketika LintasAtjeh.com menyampaikan sejumlah pertanyaan lainnya kepada pihak Kadisparpora Pemkab Aceh Tamiang, Syahri SP, dirinya langsung bungkam dan tidak lagi bersedia memberikan jawaban ataupun keterangan apapun.
Adapun sejumlah pertanyaan LintasAtjeh.com yang tidak dijawab oleh Syahri, yakni apakah tidak keliru atau salah jika kehilangan sejumlah barang inventaris yang bersumber dari anggaran belanja negara tidak dilaporkan ke pihak kepolisian? Apakah bapak telah mendeteksi oknum yang menggelapkan barang-barang yang hilang tersebut? Dan, bolekah bapak sampaikan kronologis kejadiannya?
Sekali lagi, maaf telah mengganggu jam istirahat bapak. Terima kasih.[Zf]