-->

Demi Penegakan UU KIP, FPRM Dukung Pengajuan Informasi Kepada Panwaslih Tamiang

14 Maret, 2017, 14.46 WIB Last Updated 2017-03-22T15:08:47Z

ACEH TAMIANG - Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh menyampaikan sikap apresiasi dan mendukung sepenuhnya terhadap rencana yang dimunculkan oleh aktivis senior, Sayed Zainal M.SH, terkait pengajuan permohonan informasi secara resmi kepada Panwaslih Aceh Tamiang, dalam upaya mendapatkan salinan informasi secara menyeluruh tentang jumlah temuan ataupun laporan terjadinya permasalahan selama pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Tamiang, dan juga informasi tentang penggunaan dana hibah dari pemerintah oleh Panwaslih yang anggarannya sebesar Rp.9.124.775.000 (Sembilan Miliar Seratus Dua Puluh Empat Juta Tujuh Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah).

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin, melalui pesan Whatsapp (WA) kepada LintasAtjeh.com, Selasa (14/3/2017).


Menurut Nasruddin, rencana yang dimunculkan oleh Sayed Zainal terkait pengajuan permohonan informasi secara resmi kepada Panwaslih Aceh Tamiang adalah langkah 'cerdas' yang nantinya akan melahirkan pengetahuan bersama bagi seluruh komponen kehidupan berbangsa dan bernegara di kabupaten tersebut.

Masyarakat (publik) di Kabupaten Aceh Tamiang akan mendapatkan pencerahan ilmu sehingga sadar dan paham bahwa setiap warga negara, baik sebagai individu, kelompok orang atau organisasi yang memiliki badan hukum memiliki hak untuk mengajukan informasi yang dibutuhkan dari badan publik dengan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Selain itu, kata Nasruddin, Ketua Panwaslih Kabupaten Aceh Tamiang, Muhammad Khuwailid S.Sos, diyakini akan berusaha melakukan perubahan sikap yang sebelumnya terindikasi agak 'tertutup', namun kedepan, mau tidak mau, dirinya akan berubah menjadi pejabat publik yang akan terbuka terhadap publik, bahkan diduga akan terus belajar tentang esensi dari segala ketentuan yang telah diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dengan demikian, upaya perbaikan diri yang akan dilakukan oleh Khuwailid, akan diikuti oleh para pejabat lembaga/badan publik lainnya yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang.

"Jikapun nantinya masih ada sejumlah oknum pejabat di badan/lembaga publik yang masih nekad untuk melakukan pembangkangan terhadap ketentuan yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008, maka ditengarai, cepat atau lambat, satu persatu dari mereka akan tereliminasi oleh seleksi alam. Bahkan di-indikasikan akan ada yang tersandung oleh ketentuan pidana seperti yang telah diatur dalam UU KIP Bab XI Pasal 51 sampai dengan Pasal 57," demikian ungkap Nasruddin.

Sekedar informasi untuk pengetahuan bersama, perlu dijelaskan juga tentang sejumlah tahapan atau proses yang akan dilalui untuk sampai kepada hukuman sanksi pidana UU KIP. Namun sebelumnya, patut dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian dari badan publik. Berdasarkan penjelasan yang tercantum pada Bab I dan pasal 1 dari Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), badan publik yakni sejumlah lembaga pemerintahan yang terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan juga badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pemerintah. Ataupun organisasi non pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pemerintah, dan/atau sumbangan masyarakat, dan/atau dari luar negeri.

Badan publik yang tidak mau terbuka dan tidak melayani permintaan informasi, maka sidang sengketa informasi (ajudikasi nonlitigasi) akan memerintahkan badan publik tersebut untuk membuka atau memberikan informasinya yang masuk dalam kategori informasi terbuka dan dapat diakses. Tentunya terlebih dahulu harus melalui proses permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan oleh publik, baik sebagai individu, kelompok orang atau organisasi yang memiliki badan hukum.

Proses permohonan penyelesaian sengketa informasi, dapat dilaporkan ke Komisi Informasi (KI) dengan syarat, jika sudah melalui tahap-tahap skema waktu tertentu yang telah diatur dalam UU KIP. Seperti yang tercantum dalam Bab VI yang mengatur tentang mekanisme memperoleh informasi, pada pasal 21 dan 22, khususnya ayat (7) yang menyatakan bahwa paling lambat 10 hari kerja sejak diterimanya permintaan informasi dari masyarakat.

Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis atau menjawab permintaan tersebut. Selanjutnya ayat (8) menyebutkan bahwa Badan Publik dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan tertulis. Jika permohonan permintaan informasi tidak juga mendapat tanggapan selama 17 hari kerja, maka pemohon informasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) atau pimpinan Badan Publik yang bersangkutan berdasarkan berbagai alasan seperti yang tercantum pada pasal 35 ayat (1) dalam Bab VIII yang mengatur tentang keberatan dan penyelesaian sengketa.

Selanjutnya, pasal 36 ayat (1) yang menyatakan bahwa keberatan diajukan oleh pemohon informasi publik dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja dan pada ayat (2) menyatakan bahwa atasan pejabat memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh pemohon informasi publik dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis. Jika semua kurun waktu 10 - 7 - 30 diatas tidak direspon oleh Badan Publik, maka publik (masyarakat) sebagai pemohon informasi dapat menyengketakannya ke kantor Komisi Informasi.

Apabila  Badan Publik yang telah diperintahkan oleh Komisi Informasi untuk membuka informasinya lewat putusan sidang Ajudikasi nonlitigasi yang telah inkrah atau setelah melalui proses upaya hukum ke PTUN dan MK lalu inkrah, tetapi Badan Publik tetap bersikukuh tidak mau menjalankannya atau memberi informasi ke pemohon, maka tahap selanjutnya pemohon informasi dapat mengajukan eksekusi ke Pengadilan Umum dengan dasar dokumen putusan sidang Ajudikasi nonlitigasi Komisi Informasi.

Jika Badan Publik tetap saja mempertahankan egonya dan tidak mau memberikan informasi yang sudah diputuskan inkrah sebagai informasi terbuka dan enggan mematuhi perintah pengadilan, Badan Publik tersebut, maka pemohon informasi (masyarakat) bisa mengajukan pidana ke pihak kepolisian/Polri. Pada pasal 52 Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008, disebutkan bahwa Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan dan/atau tidak menerbitkan informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008 dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

Demikianlah informasi tentang tahapan proses yang akan dilalui untuk sampai kepada hukuman sanksi pidana. Semoga dapat memberikan edukasi dan menambah wawasan kita semua tentang pentingnya keterbukaan informasi publik. Dengan harapan dapat membantu kita untuk mengubah pola pikir, tindakan dan sikap kita ke arah penyadaran diri serta dapat melapangkan hak masyarakat umum/publik untuk tahu akan informasi. Hal tersebut juga merupakan ibadah.[Zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini