-->






 





JARA: Dana Hibah Pemkab Aceh Utara Banyak Mengalir ke Wartawan

11 Maret, 2016, 12.18 WIB Last Updated 2016-03-11T05:19:11Z
IST
LHOKSUKON - Belanja hibah berupa uang atau barang yang diberikan oleh pemerintah seharusnya tidak diberikan kepada organisasi Pers, karena dikhawatirkan dengan menerima dana hibah tersebut akan berdampak terhadap pemberitaan dan independensi organisasi tersebut.

Berdasarkan peraturan pemerintah, pemberian bantuan hibah tersebut diperbolehkan, setiap organisasi, baik itu organisasi masyarakat maupun yang berbentuk lembaga, dapat menerima dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kabupaten setempat.

Walapun untuk mendapatkan dana hibah tersebut, setiap organisasi terkait harus memenuhi seluruh persyaratan atau mekanisme yang telah ditentukan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat tentang tatacara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan pertanggung jawaban, pelaporan serta monitoring dan evaluasi belanja hibah atau belanja bantuan sosial yang bersumber dari APBD.

Syarat untuk mendapatkan dana hibah tersebut yaitu, setiap organisasi tersebut harus terdaftar di kabupaten setempat melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) minimal tiga tahun, kecuali yang diatur oleh ketentuan atau peraturan perundang-undangan.

Selain itu, setiap organisasi tersebut harus berkedudukan dalam wilayah administrasi daerah yang bersangkutan, memiliki sekretariat, tidak terjadi konflik internal di dalam organisasi, memiliki nomor rekening atas nama organisasi dan memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

"Namun, yang terjadi di beberapa kabupaten seperti temuannya di kabupaten Aceh Utara, hibah tersebut banyak disalurkan ke media," ungkap Ketua Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh (JARA), Iskandar S.Pd, kepada lintasatjeh.com, Jum'at (11/3).

Untuk itu, ia meminta kepada Pemkab Aceh Utara untuk mengkaji kembali dana bantuan hibah yang diberikan kepada sejumlah organisasi wartawan dan jikapun telah diberikan agar tak luput dari pengawasan pemerintah daerah serta mengawasi pengelolaannya agar tidak terjadi penyimpangan.

Dalam hal ini Pemkab agar mengelola bantuan dana hibah dengan berpegang pada asas keadilan, kepatutan dan bermanfaat secara luas bagi masyarakat, jauh dari kepentingan pribadi dan kelompok-kelompok tertentu serta kepentingan politik para pemegang kekuasaan.

Pada tahun 2015 yang lalu dana hibah dari Pemerintah Aceh Utara yang diperuntukan kepada sembilan organisasi Pers yang katanya perwakilan dari Aceh Utara, akan tetapi yang ia sayangkan ada yang mengatasnamakan perwakilan Aceh Utara saja tetapi kantornya tidak jelas, ada yang berdomisili di Lhokseumawe juga dan ada juga yang berkantor di dalam Laptop alias kantor berjalan.

Kesembilan organisasi-organisasi wartawan yang terindikasi telah menerima dana hibah dari Pemkab Aceh Utara itu di antaranya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Aceh Utara Rp 100.000.000, PWI Reformasi Rp 10.000.000, Persatuan Wartawan Aceh (PWA) Rp 50.000.000, Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Rp 20.000.000, Komite Wartawan Indonesia (KWI) Rp 10.000.000, Wacana Rp 45.000.000, Kelompok Kerja Wartawan Aceh Utara (KKWAU) Rp 10.000.000, Kelompok Kerja Jurnalis (KKJ) Rp 25.000.000 dan Jurnalis Pase FC Rp 30.000.000.

Dengan pemberian dana hibah tersebut, Iskandar menambahkan, akan menimbulkan dugaan bahwa terjadi penyalagunaan wewenang dalam jabatan untuk memeperkaya diri, sehingga, semakin kuat dugaan bahwa organisasi wartawan tersebut menerima dana hibah sudah lebih dari satu kali.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri, Dana Hibah dapat diberikan kepada organisasi kemasyarakatan dan masyarakat umum, bukan kepada organisasi wartawan.

Mengutip himbaun dari Ketua Dewan Pers, Bagir Manan pernah mengimbau kepada Pemerintah Daerah supaya tidak menganggarkan dana untuk organisasi profesi wartawan dan media, sekalipun dalam bentuk dana seperti hibah.

Hal itu disampaikan Bagir Manan, menanggapi fenomena adanya media dan organisasi profesi wartawan yang menerima dana hibah dari Pemerintah Daerah. Jika dilakukan, lanjutnya, hal tersebut dinilai bisa merusak independensi dan profesionalitas pers.

"Sebaiknya pemerintah tidak menyediakan dana semacam itu. Sudah beberapa kali di sampaikan, bahkan kemarin dalam rangka hari Pers Nasional."

Menurut Bagir Manan, itu memang menjadi fenomena di daerah, karena kemampuan media dan organisasi wartawan di daerah lebih terbatas, yang membuat mereka mudah tergoda menerima dana seperti itu.

"Fenomenanya Pemda juga selalu menyediakan dana-dana semacam itu. Saya minta Pers tidak berusaha mendapatkan dana semacam itu, karena itu dapat mempengaruhi independensi Pers," tegas Bagir.

"Saya berharap hal seperti itu tidak dilakukan oleh media dan organisasi profesi wartawan," harapnya. [Rajali]
Komentar

Tampilkan

Terkini