Oleh Istanjoeng
Aku sendiri memiliki kekasih yang sangat aku cintai. Namanya Boby,
masa-masa indahku kulewati bersama Boby. Indah kurasakan masa remajaku saat
itu. Kedua orang tua Boby sangat menyayangi aku saat itu. Dan sepertinya meresetui
sinyal-sinyal hubungan atas kami.
Hingga
akhirnya musibah ini tiba. Aku dilamar oleh seorang Pria yang sangat aku kenal,
yah..! Siapa lagi kalau bukan si kuper Kak
Arfan. Lewat Pamanku, orang tuanya Kak Arfan melamarku
untuk anaknya yang kampungan itu.
Mendengar
penuturan Mama saat memberi tau tentang lamaran itu, kurasa dunia ini gelap.
Kepalaku pening. Aku berteriak sekencang-kencangnya menolak permintaan lamaran
itu.
Dengan
tegas! Dan tidak berbelit-belit, aku sampaikan langsung kepada kedua orangtuaku.
Bahwa aku menolak lamarannya-keluarganya Kak Arfan, dan dengan terang-terangan
pula aku menyampaikan bahwa aku telah mempunyai kekasih pujaan hatiku yang
sangat aku cintai.
Ya..!
Dengan terang-terangan pula aku sampaikan bahwa aku memiliki kekasih pujaan
hatiku, Boby. Mendengar semua itu Ibuku shok dan jatuh tersungkur ke lantai. Aku pun tak menduga
kalau sifatku yang egois hingga membuat Mamaku shok.
Baru
kutahu bahwa Mama menerima lamaran resmi dari orang tua Kak Arfan, hatiku sedih
saat itu. Kurasakan dunia saat itu begitu.. Kelabu. Aku seperti menelan buah Simalakama,
seperti orang yang paranoid, bingung dan tidak tau harus ikut! Kata orang tua,
atau lari bersama kekasih pujaan hatiku Boby.
Hati
ku sedih saat itu, ahirnya dengan berat hati dengan penuh kesedihan, aku
menerima lamaran Kak Arfan menjadikan aku sebagai Isterinya dan sebagai Suamiku.
Dan kujadikan malam terahir perjumpaan dengan Boby di rumahku.
Meluapkan
segala kesedihanku. Jujur! Meskipun kami saling mencintai, tetapi Boby mau-tidak
mau harus menerima aku menikah dengan Kak Arfan, karna dia sendiri mengakui
belum siap membina rumah tangga saat itu.
Pembaca
lintasatjeh.com yang budiman. Tanggal 11 Agustus 2007, akhirnya pernikahan kami
pun digelar, aku merasakan bahwa pernikahan itu menyesak dadaku, air mataku
tumpah di malam resepsi pernikahan itu, di tengah-tengah senyuman orang-orang yang hadir di malam acara itu.
Mungkin
akulah yang... Paling tersiksa, karna masa ramajaku dan menikah dengan lelaki
yang tidak pernah aku cintai, dan yang
paling tidak bisa menahan air mataku, ternyata mantan kekasihku Boby hadir di
acara resepsi pernikahan itu.
Ya..
Allah..! Mengapa semua ini harus terjadi
padaku ya Allah..! Mengapa yang jadi korban ini
adalah aku. Pembaca Nurani lintasatjeh.com yang budiman. Waktu terus berputar,
dan malam pun semakin merayap.
Hingga
selesailah acara resepsi pernikahan kami. Satu persatu tamu mulai meninggalkan
pamit pulang, hingga sepilah rumah kami, saat masuk ke dalam kamar, aku tidak mendapat suamiku Kak Arfan di dalamnya, dan
sebagai Isteri yang terpaksa menikah denganya.
Maka
akupun membiarkanya, dan langsung membaringkan tubuhku, setelah sebelumnya
kuhapus Meap pengantinku, yang menghiasiku, dan melepaskan gaun pengantinku. Aku
bahkan tidak perduli kemana Kak Arfan suamiku
malam itu.
Karena
rasa capek diserang rasa ngantuk pun, aku akhirnya tertidur. Tiba-tiba di
sepinya malam aku tersentak, melihat sosok hitam yang berdiri di samping ranjang tidurku, dadaku berdegup kencang, aku
hampir saja berteriak histeris.
Andai
saja aku tidak mendengar suara Takbir terucap lirik dari sosok yang berdiri
itu. Perlahan aku perhatikan dengan seksama, ternyata sosok yang berdiri di samping ku itu adalah Kak Arfan.
Suamiku
yang sedang Sholat. Tahajud, perlahan membaringkan tubuhku membelakannginya,
yang saat itu sedang Sholat Tahajud, ya... Allah!!! Aku lupa yang selama ini
aku telah menjadi Istrinya Kak Arfan.
Tetapi
meskipun demikian aku tidak bisa menerimanya dalam hidupku, saat itu, karna
masih membawa perasaan mengantuk, aku pun kembali tertidur, hingga pukul 4:00 WIT, dini hari. Kudapatkan Suamiku tertidur beralaskan sajadah di bawah ranjang pengantin kami.
Dadaku
kembali bedegup kencang tatkala
mendapatinya, aku masih lupa dan tak percaya, kalau aku telah bersuami semalam,
tetapi ada sebuah tanya terbetik dalam benakku, mengapa Kak Arfan tidak tidur
di atas ranjang bersamaku.
Kalau
pun Ia belum menyentuhku. Ya..!!! Paling gak tidur seranjang denganku! Itu kan
logikanya,"Ada apa ini," ujar ku dalam hati. Aku sendiri merasa bahwa
mungkin malam itu Kak Arfan kecapean, sama seperti diriku.
Bersambung...........